Langsung ke konten utama

Akuntansi Syariah



Akuntansi Syariah
Pendahuluan
Ajaran normatif agama sejak awal keberadaan Islam telah memberikan persuasi normative bagi para pemeluknya untuk melakukan pencatatan atas segala transaksi dengan benar/adi sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT. Dalam Al-Qur’an  Al-Baqarah (2:282).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya…….. (
Al-Qur’an  Al-Baqarah (2:282)).
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menulisnya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Rabbnya dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada utangnya…(QS Al-Baqarah 2:282)
Ayat inilah yang sebetulnya memberikan dorongan kuat para Muslim untuk menggunakan akuntansi dalam setiap bisnis dan transaksi yang dilakukannya. Disamping itu juga ada ayat-ayat lain yang sangat kondusif bagi mereka untuk melakukan pencatatan, yaitu ayat-ayat tentang kewajiban  membayar zakat. Ayat-ayat tersebut diantaranya adalah:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS Al-Taubah 9:103)
Makna zakat yang menunjukkan suci dan bersih adalah sesuai Firman Allah SWT :

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakatmu itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS Al-Taubah 9:103)
Ayat-ayat tersebut sangat berpengaruh terhadap cara berbisnis dan berperilaku umat Islam dalam dunia nyata. Ayat tersebut tidak sekedar norma, tetapi adalah praktik yang bisa “membumi” dalam bentuk perilaku kehidupan manusia. Umat Islam menangkap ayat-ayat  Alquran tidak berhenti pada tingkat normative, tetapi diterjemahkan pada tatanan praktik sehingga menjadi nyata dalam dunia empiris. Upaya menurunkan ayat normatif ke dalam bentuk praktik mempunyai implikasi pada skala makro dan mikro dalam kehidupan umat Islam, yaitu dalam konteks Negara dan individu manusia. [1]
Pembahasan
 Perkembangan Awal Akuntansi
Pada awalnya akuntansi merupakan bagian dari ilmu pasti, yaitu bagian dari ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan masalah hukum alam dan perhitungan yang bersifat memiliki kebenaran absolute. Sebagai bagian dari ilmu pasti yang perkembangannya bersifat akumulatif, maka setiap penemuan metode baru dalam akuntansi akan menambah dan memperkaya ilmu akuntansi tersebut. Bahkan pemikir akuntansi pada awal perkembangannya merupakan seorang ahli matematika seperti Luca Paciolli dan Musa Al-khawarizmi.
Akuntansi dalam Islam merupakan alat untuk melaksanakan perintah Allah SWT dalam (QS 2:282) untuk melakukan pencatatan dalam melakukan transaksi usaha. Implikasi lebih jauh adalah keperluan terhadap suatu system pencatatan tentang hak dan kewajiban, pelaporan yang terpadu dan komprehensif.[2]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya…….. (
Al-Qur’an  Al-Baqarah (2:282)).Akuntansi yang kita kenal sekarang diklaim berkembang dari peradaban islam barat, padahal apabila dilihat secara mendalam dari proses lahir dan perkembangannya, terlihat jelas pengaruh keadaan masyarakat atau peradaban sebelimnya baik Yunani maupun Arab Islam.
Akuntansi merupakan salah satu profesi tertua di dunia. Dari sejak zaman prasejarah, keluarga memiliki perhitungan tersendiri untuk mencatat makanan dan pakaian yang harus mereka persiapkandan mereka gunakan pada saat musim dingin.
2.2 Konsep Dasar Menurut AAOFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution) dan Pemikir Islam
Kerangka dasar akuntansi merupakan hal penting dan untuk itu AAOIFI telah mengeluarkan Pernyataan No. 1 dan No. 2. Manfaat dengan ditentukannya tujuan akuntansi keuangan untuk lembaga keuangan syariah menurut AAOIFI yaitu sebagai berikut.[3]
1.      Dapat digunakan sebagai panduan bagi dewan standart untuk menghasilkan standart yang konsisten.
2.      Tujuan akan membantu bank dan lembaga keuangan syariah untuk memilih berbagai alternative metode akuntansi pada saat standart akuntansi belum mengatur.
3.      Tujuan akan membantu untuk memandu manajemen dalam membuat pertimbangan/judgement pada saat akan menyusun laporan keuangan.
4.      Tujuan jika diungkapkan dengan baik, akan meningkatkan kepercayaan pengguna serta meningkatkan pemahaman informasi akuntansi sehingga akhirnya akan meningkatkan kepercayaan atas lembaga keuangan syariah.
5.      Penetapan tujuan yang mendukung penyusunan standart akuntansi yang konsisten. Ini seharusnya dapat meningkatkan kepercayaan pengguna laporan keuangan.
Pendekatan yang digunakan oleh para pemikir Islam dalam AAOIFI untuk menyusun tujuan laporan keuangan lembaga keuangan syariah adalah dengan cara mengambil seluruh pemikiran akuntansi kontemporer yang berlaku kemudian melakukan tes dan analisis apakah pemikiran tersebut sejalan atau bertentangan dengan syariah Islam.
Jika diketahui konsisten atau sesuai, maka akan diterima sedangkan jika diketahui tidak sesuai maka akan ditolak. Hal ini didasarkan atas kemudahan dan tingkat penerimaan oleh masyarakat luas atas konsep kontemporer tersebut.

1.      Tujuan akuntansi keuangan
a.       Untuk menemukan hak dan kewajiban dari pihak yang terlibat dengan lembaga keuangan syariah tersebut, termasuk hak dan kewajiban dari transaksi yang belum selesai, terkait dengan penerapan kewajaran dan ketaatan atas prinsip dan etika syariah Islam.
b.      Untuk menjaga asset dan hak-hak lembaga keuangan syariah Islam
c.       Untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan produktivitas dari lembaga keuangan syariah.
d.      Untuk menyiapkan informasi laporan keuangan yang berguna kepada pengguna laporan keuangan sehingga mereka dapat membuat keputusan yang tepat dalam berhubungan dengan lembaga keuangan.
2.      Tujuan laporan keuangan kepada pengguna informasi luar
a.       Memberikan informasi tentang kepatuhan lembaga keuangan syariah terhadap syariah Islam, termasuk informasi tentang pemisahan antara pendapatan dan pengeluaran yang boleh dan tidak menurut syariah Islam.
b.      Memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi dan kewajiban lembaga keuangan syariah.
c.       Memberikan informasi kepada pihak yang terkait dengan penerimaan dan penyaluran zakat pada lembaga keuangan syariah.
d.      Memberikan informasi untuk mengestimasi arus kas yang dapat direalisasikan waktu realisasi dan resiko yang mungkin timbul dari transaksi dengan lembaga keuangan syariah.
e.       Memberikan informasi agar pengguna laporan keuangan dapat menilai dan mengevaluasi lembaga keuangan syariah apakah telah menjaga dana serta melakukan investasi dengan tepat termasuk memperoleh imbal hasil yang memuaskan.
f.       Memberikan informasi tentang pelaksanaan tanggung jawab social dari lembaga keuangan syariah.
Akuntansi syariah memberikan penekanan kepada dua hal, yaitu akuntabilitas dan pelaporan. Akuntabilitas tercermin melalui tauhid bahwa segala sesuatu di dalam dunia ini harus berjalan sesuai dengan aturan Allah SWT, dan melalui fungsi manusia sebagai khalifah Allah di bumi. Pada saat yang sama, akuntansi merupakan bentuk pertanggung jawaban manusia kepada Allah di mana seluruh aturan dalam melakukan kegiatan bisnis dan personal harus sesuai dengan aturan Allah SWT (Napier, 2007)[4]
2.3  Syarat Kualitatif Laporan Keuangan menurut AAOIFI
1.      Relevan. Syarat ini berhubungan dengan proses pengambilan keputusan sebagai alas an utama disusunnya laporan keuangan.
2.      Dapat diandalkan. Syarat ini berhubungan dengan tingkat keandalan informasi yang dihasilkan. Dalam syarat harus, harus memiliki penyajian yang wajar, objektif dan netral, sesuai dengan perintah Allah pada QS 5:8.
يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامينَ لِلَّهِ شُهَداءَ بِالْقِسْطِ وَ لا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلى‏ أَلاَّ تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوى‏ وَ اتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبيرٌ بِما تَعْمَلُونَ (8)
Hai orang- orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang- orang yang selalu menegakkan ( kebenaran ) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali- kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Maidah:8)
3.      Dapat dibandingkan. Informasi keuangan dapat dibandingkan antara lembaga keuangan syariah dan diantara dua periode akuntansi yang berbeda bagi lembaga keuangan yang sama.
4.      Konsisten. Metode yang digunakan untuk perhitungan dan pengungkapan akuntansi yang sama untuk dua periode penyajian laporan keuangan.
5.      Dapat dimengerti. Informasi yang disajikan dapat dimengerti dengan mudah bagi rata-rata pengguna laporan keuangan. (asi 118)
2.4  Perdebatan Para Pemikir Akuntansi  Mengenai Kerangka Akuntansi
1.      Entitas unit akuntansi
Konsep ini diartikan bahwa setiap perusahaan adalah suatu unit akuntansi yang terpisah dan harus dibedakan dengan pemiliknya atau dengan perusahaan lain (Belkoui, 2000). Terdapat beberapa teori tentang kepemilikan di antaranya adalah sebagai berikut.
a.       Proprietary Theory, di mana kepemilikan terhadap perusahaan tercermin pada akun ekuitas sehingga persamaan Aset – Kewajiban = Ekuitas.
b.      Entity Theory, di mana pemilik hanya memiliki hak atas sebagian dari kepemilikan perusahaan, karena pemilik adalah hanya salah satu yang berhak atas perusahaan, sehingga persamaannya adalah Aset = Kewajiban + Ekuitas.
Para ulama fikih baik klasik maupun kontemporer serta pemikir akuntansi Islam, masih berbeda pendapat mengenai teori ini. Mereka yang mendukung di antaranya adalah Adnan dan Gaffikin (1997), Abdul Rahman (Napier, 2007), Attiah (1989). Konsep tersebut beralasan bahwa dalam Islam ada juga konsep akuntansi yang harus terpisah dari unit akuntansi seperti: wakaf, baitul maal, zakat dan pemerintahan. Dasar yang digunakan oleh para ulama fiqh yang setuju dengan konsep ini adalah firman Allah dalam QS 4:29.
 … kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu”
 Hadist Nabi Muhammad SAW:
 Orang mukmin itu (dalam urusan mereka) menurut syarat yang telah mereka sepakati, kecuali satu syarat, yaitu: menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
Sedangkan mereka yang tidak setuju dengan konsep ini diantaranya: Gambling dan Karim (1991), Khan (Napier, 2007) beralasan bahwa perusahaan adalah suatu bentuk entitas hukum yang tidak dapat dipisahkan dengan pemiliknya terutama yang berkaitan dengan utang.
2.      Kegiatan usaha yang berkelanjutan
Konsep berkelanjutan ini dijelaskan “mengansumsikan bahwa perusahaan akan terus berlanjut”. Konsep ini memegang peranan yang besar dalam standart akuntansi serta penyusunan laporan keuangan, karena konsep ini akan berhubungan dengan konsep harga perolehan dan penilaian asset tetap.
Konsep ini juga banyak dikritis oleh pemikir akuntansi, termasuk pemikir akuntansi Islam. Mereka yang menolak konsep ini (Adnan & Gaffakin 1997) beralasan bahwa semua mahkluk adalah fana (tidak dapat hidup selamanya) dan hanya Allah yang akan terus hidup selamanya.
Pendapat ini ditolak oleh mereka yang mendukung dengan mengatakan bahwa Islam sangat mendukung orang yang bekerja dan menabung untuk mengantisipasi hari di masa depan, sebagaimana disampaikan dalam QS 57:7
                            فَلَنَقُصَّنَّ عَلَيْهِمْ بِعِلْمٍ وَمَا كُنَّا غَائِبِينَ 
maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang telah mereka perbuat), sedang (Kami) mengetahui (keadaan mereka), dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka).                                                                             
Al Hadist:
“Allah menyayangi orang yang mencari nafkah yang baik dan menafkahkannya secara sederhana serta menabung sisanya untuk persiapan pada hari ia membutuhkan dan pada hari fakirnya”. (HR. Muslim)
3.      Satuan mata uang
Proses perhitungan dan komunikasi aktivitas dalam perusahaan hanya mencatat yang dapat dihitung dengan satuan mata uang dan secara implicit mengansumsikan bahwa daya beli mata uang tersebut adalah stabil.
Pemikir akuntansi dalam ulama fikih berbeda pendapat tentang konsep ini, antara lain adalah Ahmed (Napier, 2007) yang menyatakan bahwa pengguna uang sebagai alat perhitungan dalam lingkungan yang memiliki tingkat inflasi tinggi sangat dipertanyakan. Penyebabnya adalah Islam memerintahkan untuk berbuat adil seperti tercantum dalam QS 6:152,
وَلا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (١٥٢)
Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat sampai dia mencapai usia dewasa. (QS. Al-An’aam:152)
Firman Allah Swt QS An-Nisa:29.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ       مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu, dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku, dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya, Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS.4:29)
Inflasi menurunkan nilai sesungguhnya dari pinjaman dengan Qard Hasan karena pemberi pinjaman akan menerima nilai yang lebih kecil.
4.      Dasar akrual
Konsep ini mengatakan bahwa pengakuan pendapatan dilakukan saat suatu manfaat itu diperoleh, bukan pada saat kas diterima. Hal yang sama terjadi untuk beban yaitu beban diakui pada saat manfaat diterima dan bukan  pada saat kas dibayarkan.
Konsep diterima oleh AAOIFI dengan mengacu atas pendapatan dari Khalifah Umar bin Khattab (Napier, 2007): “Nilailah barang daganganmu dan bayarlah zakatnya (jika telah masuk nisab dan haulnya)”. Hal ini member implikasi bahwa zakat harus dibayar atas kekayaan yang meningkat dan konsep ini paling baik untuk menilai kekayaan.
Mereka yang tidak menerima konsep ini mengatakan bahwa konsep akrual tidak dapat dipakai sebagai cara menghiting zakat mengingat zakat harus dibayar berdasarkan kekayaan yang telah diterima manfaatnya (menurut Mazhab Maliki) dan juga bagi hasil atas mudharabah didasarkan atas keuntungan kas yang diterima (menurut Mazhab Syafi’i)[5]


[1] Iwan Triyuwono. Akuntansi Syariah. Hal 19

[2] Sri Nurhayati. Akuntansi Syariah di Indonesia. Hal 80
[3] Sri Nurhayati. Akuntansi Syariah di Indonesia. Hal 115
[4] Sri Nurhayati. Akuntansi Syariah di Indonesia. 116
[5] Sri Nurhayati. Akuntansi Syariah di Indonesia. 118

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat dan Hadist Akutansi Syariah

Ayat dan Hadist tentang Akuntansi Syariah : upaya mewujudkan sistem pencatatan yang sesuai dengan prinsip syariah Pendahuluan Akuntansi adalah serangkaian proses yang memiliki tujuan utama yaitu menyajikan informasi keuangan dalam periode tertentu yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan baik dalam bank syariah maupun diluar bank syariah. Kemunculan bank syariah sebagai organisasi yang relative baru menimbulkan tantangan besar.para pakar syariah Islam dan akuntansi harus mencari dasar bagi penerapan dan pengembangan standar akuntansi yang berbeda dengan standar akuntansi bank konvensional seperti telah dikenal selama ini. Standar akuntansi tersebut menjadi kunci sukses bank syariah dalam melayani masyarakat disekitarnya sehingga, seperti lazimnya, harus dapat menyajikan informasi yang cukup, dapat dipercaya, dan relevan bagi para penggunanya, namun tetap dalam konteks syariah Islam. Benarkah ilmu akuntansi ada dalam Islam? Partanyaan ini begitu menggelitik, kare

Ekonomi dan Akhlak

Ekonomi dan Akhlak “Studi Nilai – Nilai etis dalam Perilaku Ekonomi” Pendahuluan Tujuan manusia dalam hidup ini adalah kebahagiaan. Yang menjadi masalah adalah kebahagiaan yang bagaimana dan bagaimana mencapainya? Salah satu cara untuk mencapainya adalah merumuskan aturan, etika, moral pribadi, dan masyarakat yang menentukan apa yang baik dan apa yang buruk. Jadi, semua manusia diharapkan melakukan yang baik dan menghindari yang buruk sehingga tercipta keteraturan yang membuat kehidupan manusia berjalan teratur dan manusia diharapkan akan merasakan kebahagiaannya. Etika adalah istilah yang sangat banyak digunakan dalam berbagai pengertian, dan kita selalu bingung karena kata ini sering digunakan dalam berbagai versi dan bersinggungan dengan kata lain, seperti moral, akhlak dan sebagainya. Menurut Sen (1987), perilaku manusia biasanya dipengaruhi oleh pertimbangan etika dan yang mempengaruhi tindak-tanduk manusia adalah aspek terpenting dalam etika. Ini berarti semua pe