Ayat dan Hadist tentang Akuntansi Syariah : upaya mewujudkan
sistem pencatatan yang sesuai dengan prinsip syariah
Pendahuluan
Akuntansi adalah serangkaian proses yang memiliki tujuan utama yaitu
menyajikan informasi keuangan dalam periode tertentu yang berguna bagi pihak-pihak
yang berkepentingan baik dalam bank syariah maupun diluar bank syariah.
Kemunculan bank syariah sebagai organisasi yang relative baru menimbulkan
tantangan besar.para pakar syariah Islam dan akuntansi harus mencari dasar bagi
penerapan dan pengembangan standar akuntansi yang berbeda dengan standar
akuntansi bank konvensional seperti telah dikenal selama ini. Standar akuntansi
tersebut menjadi kunci sukses bank syariah dalam melayani masyarakat
disekitarnya sehingga, seperti lazimnya, harus dapat menyajikan informasi yang
cukup, dapat dipercaya, dan relevan bagi para penggunanya, namun tetap dalam
konteks syariah Islam.
Benarkah
ilmu akuntansi ada dalam Islam? Partanyaan ini begitu menggelitik, karena agama
sebagaimana dipahami banyak kalangan, hanyalah kumpulan norma yang lebih
menekankan pada persoalan moralitas. Dan karenanya prinsip-prinsip kehidupan
praktis yang mengatur tata kehidupan modern dalam bertransaksi yang diatur
dalam akuntansi, tidak masuk dalam cakupan agama.
Anggapan
terhadap akuntansi Islam (akuntansi yang berdasarkan syariah Islam) wajar saja
dipertanyakan orang. Sama halnya pada masa lalu orang meragukan dan
mempetanyakan seperti apakah ekonomi islam Jika kita mengkaji lebih jauh dan
mendalam terhadap sumber dari ajaran Islam –Al-Qur’an maka akan menemukan
ayat-ayat maupun hadits-hadits yang membuktikan bahwa Islam juga membahas ilmu
akuntansi. Kali ini pemakalah akan
mencoba menguraiakan sedikit tentang bagaimana akuntansi ditinjau dari Alqur’an
dan Al-hadist.
Pembahasan
Pengertian Akuntansi Syariah
Pada dasarnya, kegiatan
akuntansi merupakan kegiatan mencatat, dilanjutkan dengan menganalisis,
menyajikan dan menafsirkan data keuangan dari aktifitas berhubungan dengan
produksi, pertukaran barang-barang danjasa-jasa, atau berhubungan dengan
pengelolaan dana-dana bagi perusahaan yang bertujuan memperoleh keuntungan,
akuntansi memberikan metode untuk menentukan apakah lembaga tersebut memperoleh
keuntungan atau sebaliknya menderita kerugian, sebagai hasil dan
transaksi-transasi yang dilakukan. Akuntansi sebagai alat bantu manajemen
(tool management) dapat memberikan informasi tentang kondisi keuangan dan hasil
operasi perusahaan seperti tercermin pada catatan keuangan perusahaan yang
bersangkutan.
Dasar Hukum Akuntansi Syariah
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah
Nabawiyyah, Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa
tertentu), dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah
Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi dalam Islam, memiliki karakteristik khusus yang
membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah
sesuai dengan norma-norma masyarakat Islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial
yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi
tersebut.
Dasar hukum dari
Al-Qur’an dalam surat Surat Al Baqarah Ayat 282:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ
أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي
عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا
فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا
يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ
وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ
فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ
إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ
إِذَا مَا دُعُوا وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى
أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى
أَلَّا تَرْتَابُوا إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا
بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا
تَبَايَعْتُمْ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ
فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ
شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya :Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa
yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu
orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).
jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang
seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan)
apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik
kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih
adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah
itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa
bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu
berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika
kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan
pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.
Dalam ayat diatas terkandung Perintah
untuk menulis utang piutang dipahami oleh banyak ulama sebagai anjuran
bukan kewajiban. Memang sungguh sulit perintah itu diterapkan oleh kaum
muslimin ketika turun ayat ini jika perintah utang-piutang bersifat wajib
karena kepandaian tulis menulis pada masa itu sangatlah langka.
Perintah tulis menulis mencakup perintah kepada kedua orang
yang bertransaksi, dalam arti salah seorang menulis dan apa yang dituliskan di
serahkan kepada mitranya jika mitra pandai tulis baca, dan bila tidak panda,
atau keduanya tidak pandai maka hendaklah mencari orang ketiga.
Sedangkan dasar hukum dari Al-Hadist:
فَالأَوَّلُ : عَن ابْنِ مَسْعُودٍ رضي اللَّه عنه عن النَّبِيَّ صَلّى
اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : إِنَّ
الصَّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الجَنَّةِ ،
وَإِنَّ الرَّجُلَ ليصْدُقُ حَتَّى يُكتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقاً ، وإِنَّ
الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الفجُورِ وَإِنَّ الفجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ ،
وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّاباً متفقٌ عليه .
Pertama: Dari
Ibnu Mas’ud رضي الله عنه dari Nabi صلی الله عليه وسلم, sabdanya: “Sesungguhnya Kejujuran itu menunjukkan kepada
kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu menunjukkan ke syurga dan sesungguhnya
seseorang selalu berbuat jujur sehingga dicatatlah di sisi Allah sebagai
seorang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada Kejahatan dan
sesungguhnya Kejahatan itu menunjukkan kepada neraka dan sesungguhnya seseorang
yang selalu berdusta maka dicatatlah di sisi Allah sebagai seorang yang
pendusta.” (Muttafaq ‘alaih).
Dasar hukum dari Ijma’
Keberadaan Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institution (AAOIFI) adalah salah satu bentuk Ijma' . AAOIFI adalah organisasi independent internasional yang
menaungi lebih dari 200 member dari 40 negara termasuk bank central, institusi
keuangan islam dan partisipan lain dari bank islam internasional dan industry
keuangan (wordwide).
Perkembangan Akuntansi Syariah
Pengembangan akuntansi pada negara
Islam dimotivasi oleh agama dan diasosiasikan dengan kewajiban zakat pada tahun
2 H (624), akuntansi nampaknya dimulai dengan pendirian Dewan syariah untuk
pencatatan Baitul Mal pendapatan dan pengeluaran. Tanggal yang pasti aplikasi
pertama kali sistem akuntansi pada negara Islam tidak diketahui, namun sistem
tersebut didokumentasikan pertama kalinya oleh Al-Khawarizmy pada tahun 365 H
(976). Sistem akuntansi disusun untuk merefleksikan tipe proyek yang dikerjakan
oleh negara Islam sejalan dengan pemenuhan terhadap syara’. Projek-projek
tersebut termasuk industri, pertanian, keuangan, perumahan dan proyek jasa.
Sistem akuntansi menggabungkan rangkain pembukuan dan prosedur pencatatan,
beberapa prosedur-prosedur tersebut meruapakan sifat dasar dan digunakan untuk
semua sistem akuntansi, sementara yang lain diperuntukkan bagi sistem akuntansi
tertentu. Senbagaimana disebutkan diatas, orang yang diberi tanggung jawab ini
disebut dengan Al-Kateb (Pembukuan/akuntan)
Tujuan
sistem akuntansi adalah untuk, memfasilitasi pengembilan keputusan secara umum,
evaluasi proyek, meskipun sistem ini diinisiasi bagi tujuan pemerintahan, namun
beberapa juga diimplementasikan oleh wiraswasta untuk mengukur keuntungan yang
akan dikenakan zakat, kesuksesan aplikasi sistem akuntansi oleh pemerintah
telah mendorong wiraswasta untuk mengadaptasi sistem yang sama khususnya untuk
tujuan zakat.
Sistem
akuntansi di diskusikan dan dianalisa disini secara mendalam telah disebutkan
oleh Al-Khawarizmy dan detailnya oleh Al-Mazenderany, sistem akuntansi tersebut
berorientasi income-statement (laporan laba rugi). Dan dirancang untuk
menyediakan kebutuhan segera negara Islam, beberapa sistem akuntansi
disandingan dengan transaksi monetery, sementara yang lain hanya disandarkan
pada ukuran moneter. Alasan penggunaan moneter dan non moneter secara simulan
adalah untuk menjamin ketepatan pengumpulan, pembayaran, pencatatan dan kontrol
pendapatan dan pengeluaran negara.
Enam sistem
akuntansi khusus di kembangkan dan dipraktekkan dalam negara Islam sebagaimana
didokumentasikan oleh Al-Khawarizmy dan Al-Mazendariny yaitu pada tahun
765H/1363M antara lain:
1)
Stable Accounting (Accounting for
Livestock): sistem ini dibawah pengendalian manajer pemeliharaan ternak dan
membutuhkan relevanasi transaksi dan peristiwa dicatat saat terjadinya hal-hal
tersebut, transaksi dengan sistem ini misalnya, makanan untuk unta, kuda, dan
keledai, gaji, hewan yang dijual, hewan yang disumbangkan atau hewan
telah mati.
2)
Rice Farm Accounting (Agricultural
Accounting): Hal ini nampaknya merupakan sistem non-moneter karena memerlukan
pencatatan kuantitas padi yang diterima dan dibayar serta spesifikasi lahan
hasil pertanian. Sistem ini dijelaskan oleh Al-Mazadarany dan Al-Khawarizmy
dengan tidak adanya pemisahan
tugas antara pencatatan dan pengaturan persediaan.
3)
Warehouse Accounting: jenis ini
didesain untuk akun pembelian persediaan negara. Sistem ini ditempatkan dibawah
pengawasan secara langsung oleh seseorang yang dikenal dapat dipercaya. Sistem
ini mensyaratkan pencatatan detail dari tiap barang yang diterima dan sumber
pengiriman dalam buku yang dipersiapkan untuk tujuan tersebut.
4)
Mint Accounting (Currency
Accounting): Sistem akuntansi ini dirancang dan diimplementasikan di negara
Islam sebelum abad ke 14 M, sistem ini memerlukan kecepatan konfersi emas dan
perak yang diterima oleh otoritas keuangan dalam bentuk batangan atau koin.
Lebih jauh sistem ini mensyaratkan kecepatan pengiriman batang emas dan koin
kepada pihak berwenang. Hal ini menyarankan bahwa sistem tidak mengizinkan
bahan baku (emas dan perak) atau produk akhir (emas batangan dan koin) disimpan
untuk waktu lama. Penerimaan otoritas pencetakan dikalkulasikan sekitar 5% dari
biaya emas dan perak, atau sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.
5)
Sheep Grazing Accounting: Akuntansi
bentuk ini diinisiasi dan diterapkan oleh otoritas pemerintahan di negara
Islam, dan digunakan oleh pihak swasta untuk mengukur keuntungan atau kerugian
untuk tujuan zakat.
6)
Treasury Accounting: sistem ini
digunakan oleh pemerintah dan memerlukan catatan rutin semua penerimaan
perbendaharaan dan pembayaran. digunakan sebagai catatan penerimaan
perbendaharaan dan pembayaran dalam bentuk kas dan yang sejenisnya.
Prinsip-Prinsip Akuntansi Syariah
1) Pertanggungjawaban (Accountability)
Prinsip pertanggungjawaban (accountability), merupakan konsep yang tidak asing lagi dikalangan masyarakat muslim. Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Bagi kaum muslim, persoalan amanah merupakan hasil transaksi manusia dengan Sang Khalik mulai dari alam kandungan. Manusia dibebani oleh Allah SWT.
Prinsip pertanggungjawaban (accountability), merupakan konsep yang tidak asing lagi dikalangan masyarakat muslim. Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Bagi kaum muslim, persoalan amanah merupakan hasil transaksi manusia dengan Sang Khalik mulai dari alam kandungan. Manusia dibebani oleh Allah SWT.
2) Prinsip Keadilan
Menurut penasiran Al-Qu’an surat Al-Baqarah; 282 terkandung prinsip keadilan yang merupakan nilai penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, dan nilai inheren yang melekat dalam fitrah manusia.
Menurut penasiran Al-Qu’an surat Al-Baqarah; 282 terkandung prinsip keadilan yang merupakan nilai penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, dan nilai inheren yang melekat dalam fitrah manusia.
3) Prinsip Kebenaran
Prinsip ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan prinsip keadilan.
Sebagai contoh, dalam akuntansi kita selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran laporan.
Prinsip ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan prinsip keadilan.
Sebagai contoh, dalam akuntansi kita selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran laporan.
Perbedaan
Akuntansi Syariah dan Akuntansi Konvensional
Akuntansi syari’ah dan akuntansi
konvensional merupakan sifat akuntansi yang diakui oleh masyarakat ekonomi secara umum. Keduanya
merupakan hal yang tidak terpisahkan dari masalah ekonomi dan informasi
keuangan suatu perusahaan atau sejenisnya. Untuk membedakan prinsip-prinsip dan
kaidah-kaidah dalam akuntansi syari’ah dan akuntansi konvensional, dapat
diuraikan sebagai berikut;
1. Persamaan
prinsip akuntan syariah dan akuntansi konvensional
- Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
- Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
- Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
- Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
- Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
- Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
- Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
2. Sedangkan
perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi
Islam, antara lain terdapat hal-hal berikut:
- Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas;
- Modal dalam konsep Akuntansi Konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
- Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai;
- Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko;
- Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
- Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.
Komponen laporan keuangan entitas Syariah meliputi neraca, laporan laba
rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan dana
investasi terikat, laporan sumber dan penggunaan dana zakat, laporan sumber dan
penggunaan dana qardh dan catatan atas laporan keuangan. Sedangkan komponen
laporan keuangan konvensional tidak menyajikan laporan perubahan dana investasi
terikat, laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta laporan sumber dan
penggunaan dana qardh.
Penutup
Kesimpulan
Akuntansi Syariah yaitu akuntansi yang berbasis syariah islam
sehingga dalam penerapan di perlukan pemahaman mengenai syariah islam,
Sedangkan cara dan metode pecatataan dalam pembukuan sama halnya dengan
akuntansi Konensional.
Pada saat sekarang ini Transaksi akuntansi syaiah sedang mengalami
peningkatan baik di Indonesia sendiri maupun di tingkat internasional,hal ini
di karenakan penerapan sistem akuntansi syariah yang menggunakan system bagi
hasil pada setiap asset dan memberikan tanggung jawab baik secara horizontal
maupun vertikal.
Daftar Pustaka
Muhammad.2005.” Pengantar Akuntansi
Syariah ”.Jakarta:salemba empat
Triyuwono Iwan, Perspektif,
Metolodologi dan Teori Akuntansi Syari’ah, Raja Granfindo Persada, Jakarta,
2006.
Muhammad. 2002. Manajemen Keuangan Syari’ah. Jakarta
:Salemba Empat
Jurnal Akuntansi Syari’ah online UMY
Suwikno, Dwi. 2010. Ayat-ayat Ekonomi Islam. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar
Komentar
Posting Komentar