Langsung ke konten utama

Ekonomi dan Akhlak



Ekonomi dan Akhlak
“Studi Nilai – Nilai etis dalam Perilaku Ekonomi”

Pendahuluan
Tujuan manusia dalam hidup ini adalah kebahagiaan. Yang menjadi masalah adalah kebahagiaan yang bagaimana dan bagaimana mencapainya? Salah satu cara untuk mencapainya adalah merumuskan aturan, etika, moral pribadi, dan masyarakat yang menentukan apa yang baik dan apa yang buruk. Jadi, semua manusia diharapkan melakukan yang baik dan menghindari yang buruk sehingga tercipta keteraturan yang membuat kehidupan manusia berjalan teratur dan manusia diharapkan akan merasakan kebahagiaannya.
Etika adalah istilah yang sangat banyak digunakan dalam berbagai pengertian, dan kita selalu bingung karena kata ini sering digunakan dalam berbagai versi dan bersinggungan dengan kata lain, seperti moral, akhlak dan sebagainya.
Menurut Sen (1987), perilaku manusia biasanya dipengaruhi oleh pertimbangan etika dan yang mempengaruhi tindak-tanduk manusia adalah aspek terpenting dalam etika. Ini berarti semua pertimbangan pribadi, termasuk kesejahteraan ekonomi, masuk dalam faktor yang mempengaruhi manusia. Menurut Bertens (1993:4), secara sederhana, etika adalah ilmu tentang apa yang dapat dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Namun, karena kata ini banyak digunakan dalam berbagai nuansa, minimal ada tiga nilai etika.
Pertama, nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, kedua, kumpulan asas atau nilai moral, ketiga, ilmu tentang yang baik atau buruk. Sementara itu menurut Bertens, moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.

Pembahasan
A.      Dialektika Agama, Moral dan etika dan implikasinya dalam ekonomi.
Ø  Dialektika Agama
Dialektik (Dialektika) berasal dari kata dialog yang berarti komunikasi dua arah, tetapi ada pula yang mengartikan Dialektika adalah pemikiran, jadi Dialektika agama adalah pemikiran tentang agama. Islam adalah agama yang universal dan komprehensif. Universal berarti bahwa Islam diperuntukkan bagi seluruh ummat manusia di muka bumi dan dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Komprehensif artinya bahwa Islam mempunyai ajaran yang lengkap dan sempurna (syumul). Kesempurnaan ajaran Islam,  dikarenakan Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tidak saja aspek spiritual (ibadah murni), tetapi juga aspek mu’amalah yang meliputi ekonomi, sosial, politik, hukum, dan sebagainya.
Al-Qur’an secara tegas mendeklarasikan kesempurnaan Islam tersebut.  Ini dapat dilihat dalam beberapa ayat, seperti pada surat Al An’am ayat 38, “Sedikitpun  tidak kami lupakan di dalam kitab suci Al-Qur’an (QS. 6:38); surat Al-Maidah ayat 3 “Pada  hari ini Kusempurnakan bagi kamu agamamu dan Kusempurnakan bagi kamu nikmatKu dan Aku ridho  Islam itu sebagai agama kamu”. Dalam ayat lainnya Allah berfirman, “Kami menurunkan Al-Qur’an untuk menjelaskan  segala sesuatu” (QS.16:89).
Kesempurnaan Islam ini tidak saja disebutkan dalam Al Quran, namun juga dapat dirasakan baik itu oleh para ulama dan intelektual muslim sampai kepada non muslim.  Seorang orientalis paling terkemuka bernama H.A.R Gibb mengatakan, “Islam is  much more than a system of theologi its a complete civilization” (Islam bukan sekedar sistem theologi, tetapi merupakan suatu peradaban yang lengkap).
Sehingga menjadi tidak relevan jika Islam dipandang sebagai agama ritual an sich, apalagi menganggapnya sebagai sebuah penghambat kemajuan pembangunan (an obstacle to economic growth). Pandangan yang demikian, disebabkan mereka belum memahami Islam secara utuh.
Sebagai ajaran yang komprehensif, Islam meliputi tiga pokok ajaran, yaitu Aqidah, Syari’ah dan akhlak, Hubungan antar aqidah, syari’ah dan akhlak dalam sistem Islam terjalin sedemikian rupa sehingga merupakan sebuah sistem yang komprehensif.
Aqidah adalah ajaran yang berkaitan dengan keyakinan dan kepercayaan seseorang terhadap Tuhan, Malaikat, Rasul, Kitab dan rukun iman lainnya. Akhlak adalah ajaran Islam tentang prilaku baik-buruk, etika dan moralitas. Sedangkan syariah adalah ajaran Islam tentang hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia.
Syariah Islam terbagi kepada dua yaitu ibadah dan muamalah. Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan khaliq-Nya. Muamalat dalam pengertian umum dipahami sebagai aturan mengenai hubungan antar manusia. Salah satu aspek penting yang terkait dengan hubungan antar manusia adalah ekonomi.  Ajaran Islam tentang ekonomi memiliki prinsip-prinsip yang bersumber Alquran dan Hadits. Prinsip-prinsip umum tersebut bersifat abadi, seperti prinsip tauhif, adil, maslahat, kebebasan dan tangung jawab,  persaudaraan, dan sebagainya.
Prinsip-prinsip ini menjadi landasan kegiatan ekonomi di dalam Islam yang secara teknis operasional selalu berkembang  dan  dapat berubah sesuai dengan perkembanga zaman dan peradaban yang dihadapi manusia. Contoh variabel yang dapat berkembang antara lain aplikasi prinsip mudharabah dalam bank atau asuransi.
Pada masa dahulu aplikasinya sangat sederhana dan berlangsung antara dua pihak. Pada masa sekarang ketika mudharabah masuk dalam dunia perbankan aplikasinya mengalami pengembangan. Demikian pula penerapan bai’ istishna’ dalam pembangunan suatu proyek. Ini adalah pengembangan dari konsep jual biasa yang diajarkan Alquran dan Sunnah. Tugas cendikiawan muslim sepanjang sejarah adalah mengembangkan teknik penerapan prinsip-prinsip tersebut sesuai dengan situasi, kondisi dan perkembangan zaman.
Dengan demikian, ciri khas aspek muamalat (ekonomi)  adalah cakupannya yang luas dan bersifat elastis, dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan perubahan tempat. Ajaran muamalat khususnya dalam ekonomi lebih tampak sifat universalnya. Hal ini karena dalam bermuamalat di bidang ekonomi tidak membeda-bedakan muslim dan non-muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang diucapkan oleh Khalifah Ali :
“ Dalam bidang muamalat kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita”.
Ø  Moral
Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah.
Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.
Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di masyarakat.
Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.
Ø  Etika
Secara etimologi,Etika (ethics) yang berasal dari bahasa Yunaniethikos mempunyai beragam arti : pertama, sebagai analisis konsep-konsep terhadap apa yang harus, mesti, tugas, aturan-aturan moral, benar, salah, wajib, tanggung jawab dan lain-lain. Kedua, aplikasi ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral. Ketiga, aktualisasi kehidupan yang baik secara moral.
Menurut K. Bertens dalam buku Etika, merumuskan pengertian etika kepada tiga pengertian juga; Pertama, etika digunakan dalam pengertian nilai-niai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua, etika dalam pengertian kumpulan asas atau nilai-nilai moral atau kode etik. Ketiga, etika sebagai ilmu tentang baik dan buruk.
Menurut Ahmad Amin memberikan batasan bahwa etika atau akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti yang baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat. Adapun Implikasi moral dan etika dalam ekonomi adalah sebagai berikut:


Ø Implikasi Etika
Adapun penerapan etika bisnis dapat dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu; individual, organisasi, dan sistem. Pertama, pada tingkat individual, etika bisnis mempengaruhi  pengambilan keputusan seseorang atas tanggungjawab pribadinya dan kesadaran sendiri, baik sebagai penguasa maupun manajer. Kedua, pada tingkat organisasi, seseorang sudah terikat kepada kebijakan perusahaan  dan persepsi perusahaan tentang tanggungjawab sosialnya. Ketiga, pada tingkat sistem, seseorang menjalankan kewajiban atau tindakan berdasarkan sistem etika tertentu. Realitasnya, para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan etika. Nilai moral yang selaras dengan etika bisnis, misalnya toleransi, kesetiaan, kepercayaan, persamaan, emosi atau religiusitas hanya dipegang oleh pelaku bisnis yang kurang berhasil dalam berbisnis. Sementara para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik.
Ø Implikasi moral
·      Konsep Kepemilikan
Pemilikan dalam Islam terletak pada pemilikan kemanfaatannya dan bukan menguasai secara mutlak terhadap sumber-sumber ekonomi. Seorang muslim yang tidak memproduksi manfaat dari sumber daya yang diamanatkan oleh Allah SWT padanya akan kehilangan hak atas sumber- sumber tersebut, seperti hak atas pemilikan tanah atau lahan. Hadits Nabi Muhammad SAW:
Barangsiapa menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya. Dan tida berhak memilikinya orang yang sekedar memagarinya dengan tembok setelah tiga tahun.”
Al-Qur’an dalam berbagai ayatnya menegaskan bahwa kekayaan dan kemakmuran merupakan karunia Allah SWT. Pemilikan yang bersifat perorangan juga tidak dibolehkan atas sumber-sumber ekonomi yang menyangkut kepentingan umum atau menjadi hajat orang banyak. Sumber-sumber tersebut menjadi milik umum atau negara.
Hadist tersebut juga dikaitkan dengan empat macam barang tambang seperti minyak bumi, serta barang kebutuhan pokok kehidupan manusia pada waktu dan kondisi tertentu.  Masuk dalam kategori ini termasuk air minum, hutan, laut dan isinya, udara dan ruang angkasa.
·      Konsep Keseimbangan
Konsep keseimbangan  berkaitan dengan tujuan yang bersifat jangka panjang yakni kebaikan dunia dan akhirat. Disamping itu juga terkait dengan kebebasan individu dan kepentingan umum yang harus dipelihara, growth with equity tampil dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Atau dengan kata lain keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Menurut Saefudin, konsep keseimbangan ini dapat dilihat pengaruhnya dalam berbagai aspek tingkah laku ekonomi Islam seperti kesederhanaan (moderation), berhemat (parsimony), dan menjauhi pemborosan (extravagance).
Apabila suatu keseimbangan ini terganggu maka akan terjadi ketimpangan-ketimpangan sosial-ekonomi dalan kehidupan masyarakat maka harus ada tindakan mengembalikan keseimbangan semula. Kelaparan, kemiskinan ditengah-tengah kekayaan (poverty in the midst of plenty), kelangkaan tenaga kerja dan lain-lain yang terjadi akibat terganggunya keseimbangan.
Dalam keadaan demikian Khalifah Umar bin Khattab berkata: ”Bila aku mempunyai waktu lebih banyak di masa mendatang, aku akan mengadakan redistribusi kekayaan dengan mengambil kelebihan dari yang kaya dan memberikan kepada yang miskin.”
·      Konsep Keadilan
Keadilan adalah nilai paling asasi dalam ajaran Islam. Menegakkan keadilan dan memberantas kezaliman adalah tujuan utama risalah para rasul. Terminologi keadilan disebutkan dalam beberapa istilah antara lain ’adl, qisth, mizan, hiss, qasd. Sedangkan kezaliman adalah zulm, itsm, dhalal, dan lainnya.
Dengan berbagai muatan makna adil secara garis besar didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana  terdapat kesamaan perlakuan dimata hukum, kesamaan hak kompensasi, hak hidup secara layak, hak menikmati paembangunan dan tidak adanya pihak yang dirugikan serta adanya keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan.
Konsep keadilan dalam Islam dimaknai sebagai kebebasan bersyarat akhlak Islam. Kebebasan akan mengakibatkan ketidak-seimbangan antara pertumbuhan dengan hak-hak istimewa bagi segolongan kecil untuk mengumpulkan kekayaan berlimpah, mempertajam gap antara si kaya dan si miskin, dan akhirnya dapat menghancurkan tatanan sosial. Oleh karenanya keadilan harus diterapkan dalam semua fase kegiatan ekonomi, baik dalam prosuduksi, konsumsi, dan lain-lain

B.       Moral altruis dalam filsafat sosial dan perbandingannya dengan akhlak dalam Islam dan pengaruhnya dalam ekonomi
Ø  Moral altruis dalam filsafat social
Altruisme didefinisikan sebagai sikap perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Perilaku ini merupakan kebajikan yang ada dalam banyak budaya dan dianggap penting oleh beberapa agama. Gagasan ini sering digambarkan sebagai aturan emas etika. Beberapa aliran filsafat, seperti Objektivisme berpendapat bahwa altruisme adalah suatu keburukan. Altruisme adalah lawan dari sifat egois yang mementingkan diri sendiri. Lawan dari altruisme adalah egoisme.
Altruisme dapat dibedakan dengan perasaan loyalitas dan kewajiban. Altruisme memusatkan perhatian pada motivasi untuk membantu orang lain dan keinginan untuk melakukan kebaikan tanpa memperhatikan ganjaran, sementara kewajiban memusatkan perhatian pada tuntutan moral dari individu tertentu (seperti Tuhan, raja), organisasi khusus (seperti pemerintah), atau konsep abstrak (seperti patriotisme, dsb). Beberapa orang dapat merasakan altruisme sekaligus kewajiban, sementara yang lainnya tidak.
Altruisme murni memberi tanpa memperhatikan ganjaran atau keuntungan. Konsep ini telah ada sejak lama dalam sejarah pemikiran filsafat dan etika, dan akhir-akhir ini menjadi topik dalam psikologi (terutama psikologi evolusioner),sosiologi, biologi, dan etologi.
Gagasan altruisme dari satu bidang dapat memberikan dampak bagi bidang lain, tapi metoda dan pusat perhatian dari bidang ini menghasilkan perspektif-perspektif berbeda terhadap altruisme. Berbagai penelitian terhadap altruisme tercetus terutama saat pembunuhan Kitty Genovese tahun 1964, yang ditikam selama setengah jam, dengan beberapa saksi pasif yang menahan diri tidak menolongnya.
Istilah “altruisme” juga dapat merujuk pada suatu doktrin etis yang mengklaim bahwa individu-individu secara moral berkewajiban untuk dimanfaatkan bagi orang lain.Konsep ini memiliki sejarah panjang dalam filosofis dan etika berpikir. Istilah ini awalnya diciptakan oleh pendiri sosiologi dan filsuf ilmu pengetahuan, Auguste Comte, dan telah menjadi topik utama bagi psikolog (terutama peneliti psikologi evolusioner), biologi evolusioner, dan etolog. Sementara ide-ide tentang altruisme dari satu bidang dapat memberikan dampak pada bidang lain, metode yang berbeda dan fokus bidang-bidang ini menghasilkan perspektif yang berbeda pada altruisme.
Beberapa ahli memberikan definisi secara khusus tentang altruisme, diantaranya:
·      Walstern, dan Piliavin (Deaux, 1976).
Perilaku altruistik adalah perilaku menolong yang timbul bukan karena adanya tekanan atau kewajiban, melainkan tindakan tersebut bersifat suka rela dan tidak berdasarkan norma–norma tertentu, tindakan tersebut juga merugikan penolong, karena meminta pengorbanan waktu, usaha,uang dan tidak ada imbalan atau pun reward dari semua pengorbanan.
·      Sears dkk (1994)
Altruisme adalah tindakan suka rela yang dilakukan oleh seseorang atau pun kelompok orang untuk menolong orang lain tampa mengharapkan imbalan apa pun, kecuali mungkin perasaan telah melakukan perbuatan baik.
·      Macaulay dan Berkowitz (1970)
Altruisme adalah tindakan sukarela untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun atau disebut juga sebagai tindakan tanpa pamrih. Altruisme dapat juga didefinisikan tindakan memberi bantuan kepada orang lain tanpa adanya antisipasi akan reward atau hadiah dari orang yang ditolong.
·      Baston (2002)
Altruisme adalah respon yang menimbulkan positive feeling, seperti empati. Seseorang yang altruis memiliki motivasi altruistic, keinginan untuk selalu menolong orang lain. Motivasi altuistik tersebut muncul karena ada alasan internal di dalam dirinya yang menimbulkan positive feeling sehingga dapat memunculkan tindakan untuk menolong orang lain. Dua alas an internal tersebut tidak akan memunculkan egoistic motivation (egocentrism).
·      Borrong (2006)
Altruism diartikan sebagai kewajiban yang ditujukan pada kebaikan orang lain. Suatu tindakan altruistic adalah tindakan kasih yang dalam bahasa Yunani disebut Agape. Agape adalah tindakan mengasihi atau memperlakukan sesama dengan baik semata-mata untuk tujuan kebaikan orang itu dan tanpa dirasuki oleh
kepentingan orang yang mengasihi. Maka, tindakan altruistik pastilah selalu bersifat konstruktif, membangun, memperkembangkan dan menumbuhkan kehidupan sesama. Suatu tindakan altruistik tidak berhenti pada perbuatan itu sendiri, tetapi keberlanjutan tindakan itu sebagai produknya dan bukan sebagai kebergantungan. Istilah tersebut disebut disebut moralitas altruistic, dimana tindakan menolong tidak sekedar mengandung kemurahan hati atau belas kasihan, tertapi diresapi dan dijiwai oleh kesukaan memajukan sesame tanpa pamrih. Dari hal tersebut seseorang yang altuistik dituntut memiliki tanggung jawab dan pengorbanan yang tinggi.
Ø  Perbandingan moral altruis dengan akhlak dalam Islam
Perbandingannya adalah kalau akhlak itu lebih bersumber dari Al-qur’an dan hadist, dan hendaknya perbuatan akhlak itu dilakukan secara ikhlas. Jadi bagi seseorang yang mempraktikan akhlak yang terpuji, disamping karena tanpa tekanan dan muncul secara otomatis, juga dilakukan karena mengharap ridho Allah SWT, sedangkan kalau moral itu lebih berasal dari  tradisi lokal atau adat istiadat di tempat tersebut, tidak mengharuskan dari Al-qur’an dan Hadist. Yang kedua kalau akhlak lebih mengandung makna spiritual, karena lebih mengharapkan ridho Allah, dan ingin mengikuti sunnah Rosulullah. Yang ketiga apabila melakukan kesalahan sanksi pada akhlak itu di dunia dan akhirat, sedangkan moral hanya di dunia saja.
Ø  Pengaruhnya dalam ekonomi.
Saat ini kebanyakan negara-negara Islam menghadapi banyak masalah yang bersumber dari kemiskinan dan distribusi kekayaan yang timpang. Padahal dalam ajaran agama Islam banyak menjelaskan unsur-unsur pertumbuhan ekonomi dan cara sehat untuk melakukan aktivitas ekonomi serta penyebaran keadilan sosial dan ekonomi. Mencermati unsur-unsur ini dalam menyusun program ekonomi dan mensosialisasikannya ke tengah-tengah masyarakat, diharapkan dapat menghidupkan lagi peradaban Islam dan menyejahterakan rakyat.
Satu dari cara pandang efektif Islam tentang masalah ini adalah hubungan erat nilai-nilai moral dengan ekonomi. Masyarakat Islam dari satu sisi membutuhkan ekonomi yang dinamis dan terus berkembang agar dapat menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Sementara pada saat yang sama, masyarakat Islam perlu memperkuat nilai-nilai moral dalam budaya masyarakat. Dengan demikian, diharapkan dapat menyehatkan aktivitas ekonomi yang pada akhirnya mampu menyiapkan kebahagiaan akhirat setiap individu yang ada di dalamnya. Dengan kata lain, harus dikatakan bahwa cita-cita ajaran Islam adalah mempersiapkan kebahagiaan dunia dan akhirat manusia.
Di masa kini, pemisahan moral dari ekonomi benar-benar transparan. Sebab utama mengapa para pakar ekonomi memilih pemisahan moral dari ekonomi kembali pada cara pandang mereka akan manusia dan posisinya di dunia. Cara pandang yang muncul pasca Renaisance berdasarkan pemikiran Humanisme yang berujung pada pemisahan manusia dari Tuhan, agama dari sosial dan hukum serta ekonomi dari moral.
Dalam pemikiran Deisme yang muncul pada abad ke-17 di Eropa, manusia telah dipisahkan dari ajaran ilahi dan wahyu. Pemikiran ini menyebut Tuhan sebagai sumber penciptaan dunia dan setelah itu alam secara otomatik melanjutkan sendiri kehidupannya. Artinya, manusia pasca penciptaan sudah tidak butuh lagi pada petunjuk ilahi. Pemikiran ini mengakibatkan manusia sudah tidak lagi dikungkung oleh aturan individu. Semua ini mengakibatkan pemisahan ekonomi dari moral dan nilai-nilai kemanusiaan.

Penutup                                                      
Kesimpulan
Etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk,layak atau tidak layak,patut maupun tidak patut.
Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi'at, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama makhluk.
Ketiga hal tersebut (etika, moral dan akhlak) merupakan hal yang paling penting dalam pembentukan akhlakul karimah seorang manusia. Dan manusia yang paling baik budi pekertinya adalah Rasulullah S.A.W. Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu seorang sahabat yang mulia menyatakan: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik budi pekertinya.”(HR.Bukhari dan Muslim).

Daftar Pustaka
Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, Salemba Empat, Jakarta, 2011
Dr. H. Muhammad Djakfar. SH.,M,Ag., Etika Bisnis Islami (tataran teoritis dan praksis),UIN Malang Press, 2008


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat dan Hadist Akutansi Syariah

Ayat dan Hadist tentang Akuntansi Syariah : upaya mewujudkan sistem pencatatan yang sesuai dengan prinsip syariah Pendahuluan Akuntansi adalah serangkaian proses yang memiliki tujuan utama yaitu menyajikan informasi keuangan dalam periode tertentu yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan baik dalam bank syariah maupun diluar bank syariah. Kemunculan bank syariah sebagai organisasi yang relative baru menimbulkan tantangan besar.para pakar syariah Islam dan akuntansi harus mencari dasar bagi penerapan dan pengembangan standar akuntansi yang berbeda dengan standar akuntansi bank konvensional seperti telah dikenal selama ini. Standar akuntansi tersebut menjadi kunci sukses bank syariah dalam melayani masyarakat disekitarnya sehingga, seperti lazimnya, harus dapat menyajikan informasi yang cukup, dapat dipercaya, dan relevan bagi para penggunanya, namun tetap dalam konteks syariah Islam. Benarkah ilmu akuntansi ada dalam Islam? Partanyaan ini begitu menggelitik, kare

Akuntansi Syariah

Akuntansi Syariah Pendahuluan Ajaran normatif agama sejak awal keberadaan Islam telah memberikan persuasi normative bagi para pemeluknya untuk melakukan pencatatan atas segala transaksi dengan benar/adi sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT. Dalam Al-Qur’an   Al-Baqarah (2:282). يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis it