Langsung ke konten utama

pengertian Ekonomi Islam tinjaun Lembaga Amil dan Pajak



Pajak dan Lembaga Amil studi Ajaran Islam
Pendahuluan
Dalam melaksanakan pembangunan pemerintah membutuhkan dana pemenuhan hal-hal yang di butuhkan. Dana trsebut diambil oleh pemerintah melalui pajak yang diambil dari masyarakat sehingga pajak ini menjadi salah satu kewajiban masyarakat.namun disisi lain, selain adanya kewajiban untuk membayar pajak, masyarakat yang beragama Islam mempunyai kewajiban lain yang harus ditunaikan yaitu zakat.
Kedudukan zakat sangatlah penting sehingga keberadaan suatu lembaga pengelola zakat itu sendiri juga menjadi sangat penting.
Pembahasan
Pengertian Pajak
Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal dengan nama الْعُشْرُ (Al-Usyr) atau الْمَكْسُ (Al-Maks), atau bisa juga disebut لضَّرِيْبَةُ (Adh-Dharibah), yang artinya adalah ; “Pungutan yang ditarik dari rakyat oleh para penarik pajak” . Atau suatu ketika bisa disebut الْخَرَاجُ (Al-Kharaj), akan tetapi Al-Kharaj biasa digunakan untuk pungutan-pungutan yang berkaitan dengan tanah secara khusus. Sedangkan para pemungutnya disebut صَاحِبُ الْمَكْسِ (Shahibul Maks) atau الْعَشَّارُ (Al-Asysyar).
             Adapun menurut ahli bahasa, pajak adalah : “ Suatu pembayaran yang dilakukan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan dalam hal menyelenggaraan jasa-jasa untuk kepentingan umum”.[1]
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbalan, yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (public investment). [2]
Menurut UU No 28 Tahun 2007, pasal 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. [3]

Dasar Hukum Pajak
Di Indonesia dasar hukum tentang pajak diatur dalam UUD (Undang-Undang Dasar 1945 yaitu pasal 23 yang berbunyi:
Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang”.
Di dalam hukum Islam, dasar membayar pajak itu hukumnya adalah boleh, berdasarkan kepada Al-Qur’an Surat At-Taubah:29:
perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula beriman kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh ALLAH dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (Agama Allah), yaitu orang-orang yang diberi alkitab kepada mereka, sampai mereka membayar “Jizyah” dengan patuh, sedang mereka dalam keadaan tunduk”.

Pendapat Ulama Tentang Pajak
Pajak sebenarnya diwajibkan bagi orang-orang non muslim kepada pemerintahan Islam sebagai bayaran jaminan keamanan. Maka ketika pajak tersebut diwajibkan kepada kaum muslimin, para ulama berbeda pendapat di dalam menyikapinya.
Pendapat Pertama : menyatakan pajak tidak boleh sama sekali dibebankan kepada kaum muslimin, karena kaum muslimin sudah dibebani kewajiban zakat. Dan ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan dari Fatimah  binti Qais, bahwa dia mendengar Rasulullah saw bersabda :
لَيْسَ فِي الْمَالِ حَقٌّ سِوَى الزَّكَاةِ
"Tidak ada kewajiban dalam harta kecuali zakat. " ( HR Ibnu Majah).
Pendapat Kedua : menyatakan kebolehan mengambil pajak dari kaum muslimin, jika memang negara sangat membutuhkan dana, dan untuk menerapkan kebijaksanaan inipun harus terpenuhi dahulu beberapa syarat. Diantara ulama yang membolehkan pemerintahan Islam mengambil pajak dari kaum muslimin adalah Imam Ghozali, Imam Syatibi dan Imam Ibnu Hazm. Dan ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan dari Fatimah  binti Qais juga, bahwa dia mendengar Rasulullah saw bersabda :
إِنَّ فِي الْمَالِ لَحَقًّا سِوَى الزَّكَاةِ
"Sesungguhnya pada harta ada kewajiban/hak (untuk dikeluarkan) selain zakat." ( HR Tirmidz).
Jenis-Jenis Pajak dalam Islam
Pada masa Nabi Muhammad saw dan para sahabat, dikenal beberapa model atau struktur pendapatan negara. Ibrahim Husein menilai bahwa tradisi pajak rupanya terus bergulir hingga pemerintahan arab pra Islam. Setelah Islam datang banyak bentuk pajak yang eksistensinya diakui dan dibenarkan. Jenis-jenis pajak yang ada dalam islam adalah:[4]
a)      Pajak kekayaan, penetapan pajak ini dilakukan oleh Allah dan Rasul-Nya (sebagai syar’i) dalam bentuk zakat.
b)      Jizyah, pajak yang dikenakan pada kalangan non muslim (kafir dzimmi: orang kafir yang meminta perlindungan kepada pemerintah Islam dengan perjanjian untuk mematuhi peraturan dan Undang-Undang yang berlaku di wilayah itu). Jizyah dianggap sebagai imbalan atas jaminan perlindungan kehidupannya misalnya harta benda, ibadah keagamaan, keselamatan jiwa dan hak-hak asasi mereka. Islam memang menawarkan 3 pilihan kepada kaum kafir , yakni memeluk agama Islam, membayar Jizyah, atau berperang.
c)      Kharaj, yaitu pajak bumi yang berkaitan dengan tanah perolehan kaum muslimin saat perang dan pengolahannya diserahkan kepada pemiliknya. Sebagai imbalan, para pengelola tanah harus menyerahkan pajak bumi kepada pemerintah Islam.
d)     ‘Usyur, yakni pajak perdagangan yang berkaitan dengan aktivitas mengirim atau memasukkan barang dari luar negeri (ekspor-impor).
e)      Pajak darah (dharibah al-dam), keharusan untuk menyerahkan jiwanya demi menegakkan agama Allah dengan ikut serta dalam perang.
f)       Barang  Rampasa Perang, menahan seperlima bagian dari seluruh hasil rampasan perang untuk kesejahteraan masyarakat. Hal ini berdasarkan ayat Al-Qur’an,” Ketahuilah sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan musafir”. (Q.S, Al-anfal 8;41) .

Persamaan Pajak dan Zakat
Secara etimologi, menurut pengarang Lisan al-‘arab, kata zakat (al-Zakah) merupakan kata dasar (mashdar) dari zaka yang berarti suci, berkah, tumbuh, dan terpuji. Sedangka menurut terminologi fiqh seperti yang dikemukakan oleh pengarang Kifayah al-Akhyar, Taqiy al-Din Abu Bakar, zakat berarti “sejumlah harta tertentu yang diserahkan kepada orang-orang yang berhak dengan syarat tertentu[5]”. Seperti firman Allah dalam surat al-Taubah (9): 103:
“ ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoa lah”.
            Persamaan zakat dengan pajak adalah sebagai berikut:[6]
a.       Bersifat wajib dan mengikat atas harta penduduk suatu negeri, apabila melalaikannya terkena sanksi.
b.      Zakat dan pajak harus disetorkan pada lembaga resmi agar tercapai efisiensi penarikan keduanya dan alokasi penyalurannya.
c.       Dalam pemerintahan Islam, zakat dan pajak dikelola oleh negara.
d.      Dari sisi tujuan ada kesamaan antara keduanya yaitu untuk kesejahteraan masyarakat. Dan sebagai sumber dana untuk mewujudkan suatu masyarakat adil makmur yang merata dan berkesinambungan antara kebutuhan meterial dan spiritual.
Namun dengan semua kesamaan di atas, bukan berarti pajak bisa begitu saja disamakan dengan zakat.
Perbedaan Zakat dengan Pajak
Ternyata terdapat perbedaan yang mendasar antara zakat dengan pajak. Sehingga menyamakan begitu saja antara keduanya, adalah tindakan yang fatal. Pajak bisa digunakan untuk membangun jalan raya, dan dalam banyak hal bisa lebih leluasa dalam penggunaannya. Sedangkan zakat, dalam penggunaannya akan terikat ke dalam Ashnaf sebagai pada tercantum dalam Al Quran. Zakat dengan dalih apapun tidak dapat disamakan dengan pajak. Zakat tidak identik dengan pajak. Berikut adalah perbedaan zakat dengan pajak:
perbedaan
zakat pajak
Arti Nama
Suci, Tambahan, dan Berkah.
Al-dharibah (utrang), beban yang dipaksakan.
Pengertian
Ibadah yang diwajibkan kepada umat sebagai tanda syukur kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Kewajiban atas warga negara, baik muslim maupun non muslim, yang tidak dikaitkan dengan ibadah.
Ketentuan
Zakat berasal dari Allah dan rasul-Nya, baik masalah nisbah, kadar, atau penyalurannya.
Bergantung pada kebijakan pemerintah.
Sifat
Kewajiban yang permanen tak akan berubah selama-lamanya, tak terhapus oleh siapapun dan kapanpun.
Pajak bisa berkurang, bertambah, atau bahkan dihapus sesuai kebijakan sang penguasa.
Objek Alokasi Penerima
8 golongan seperti yang dijelaskan dalam suarat al-Taubah (9):60.
Penyalurannya lebih luas sesuai dengan kebutuhan suatu negara.
Subyek
Muslim
Semua warga negara
Harta yang Dikenakan
Harta produktif
Semua Harta
Motivasi Pembayaran
Keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ketaatan dan ketakutan pada negara dan sanksinya
Ada pembayaran pajak dimungkinkan adanya manipulasi besarnya jumlah harta wajib pajak dan hal ini tidak terjadi pada zakat.
         

Pengertian Lembaga Amil Zakat
Dari kedua pengertian SKB Mentri Dalam Negri dan Mentri Agama serta UU Nomor 38 Tahun 1999, tampak ada perbedaan. Menurut SKB, BAZUS itu adalah Lembaga swadaya masyarakat yang dibentuk oleh masyarakat, sedangkan menurut UU Nomor 38 Tahun 1999, BAZIS itu dibentuk oleh pemerintah. Untuk menangani perbedaan persepsi itu, maka dalam UU Nomor 38 Tahun 1999 pasal 1 ayat 2 selain Badan Amil Zakat dilengkapi pula dengan Lembaga Amil Zakat yang sama pengertiannya dengan BAZIS yang dikemukakan SKB. Dengan demikian, dalam struktur organisasi pengelolaan zakat menurut UU Nomor 38 Tahun 1999 dibedakan antara Badan Amil Zakat dengan Lembaga Amil Zakat. Kalau BAZ dibentuk oleh pemerintah sedangkan LAZ dibentuk atas prakarsa masyarakat.
        Namun demikian, kedua pengelola zakat itu memiliki tugas dan fungsi yang sama yaitu mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan harta zakat yang dikumpulkan oleh umat Islam. Zakat sendiri mempunyai pengertian yaitu shadaqoh wajib yang berupa jumlah tertentu dari harta seseorang yang beragama Islam yang telah mencapai nisab atau haul, trus diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya.
Dasar Hukum Lembaga Amil
Di Indonesia, pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-Undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat yang lalu diikuti dengan Keputuan Mentri Agama(KMA) No. 581 Tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 dan Keputusan Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Dalam UU tersebut ditegaskan  bahwa lembaga pengelola zakat yang ada di Indonesia adalah Badan amil Zakat yang dikelola oleh negara serta Lembaga Amil Zakat yang dikelola oleh swasta. Meskipun dapat dikelola oleh dua pihak, yaitu negara dab swasta, akan tetapi lembaga pengelola zakat haruslah bersifat netral, Independen, tidak berpolitis(praktis), tidak bersifat diskriminatif.
Di dalam Al-qur’an surat At-Taubat ayat 60 juga di jelaskan tentang pendistribusian zakat. “sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang kafir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang di bujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang bberhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

Pendapat Ulama Tentang Lembaga Amil
Di sebagian kalangan umat islam timbul berbagai pendapat berkaitan dengan masalah distribusi zakat. Ada yang berpendapat bahwa karena zakat termasuk masalah ibadah, maka pendistribusiannya bisa dilakukan secara individu. Pandangan ini terjadi karena para ulama menghawatirkan jika zakat dikelola oleh pemerintah atau lembaga yang dibentuk oleh pemerintah secara langsung,maka besar kemungkinan dana zakat akan diselewengkan dan tidak dimanfaatkan secara optimal. .Menurut Yusuf Qardhawi dalam bukunya “Musykilat al-faqr wa Kaif A’alajaha al-Islam”. Menurutnya, kalau setiap umat islam berpegang pada syariah maka pengeluaran zakat harus dibayar sepenuhnya kepada amil. Pendapat ini sesuai dengan sabda Nabi melalui riwayat Jabir ibn Atik yang menerangkan: “jika mereka(amil) adil, maka pujilah mereka. Dan jika mereka curang, maka merekalah yang memikul dosanya. Kesempurnaan zakat tergantung pada keridhaan Allah”.
Selain itu terdapat beberapa alasan yang menegaskan bahwa pendistribusian zakat harus dilakukan melalui lembaga amil zakat, yaitu:
1.       Dalam rangka menjamin ketaatan pembayaran
2.       Menghilangkan rasa ringkuh dan canggung yang mungkin dialami oleh mustahiq ketika berhubungan dengan muzaki
3.       Untuk mengefesiensikan dan mengefektifkan pengalokasian dana zakat
4.       Alasan caesoropapisme  yang menyatakan ketidakterpisahan antar agama dan negara, karena zakat juga termasuk urusan negara. Selain itu, juga untuk menegaskan bahwa Islam bukan agama yang menganut prinsip sekularisme, dimana terdapat perbedaan antara urusan agama dan juga urusan negara.

Jenis Dana yang Dikelola Lembaga Amil Zakat
LPZ menerima dan mengelola berbagai jenis dana, yaitu:
1)        Dana Zakat
Ada dua jenis dana zakat yang dikelola oleh LPZ, yaitu dana zakatumum dan dana zakat dikhususkan. Dana zakat umum adalah dana zakatyang diberikan oleh muzakki kepada LPZ tanpa permintaan tertentu.Sedangkan dana zakat dikhususkan adalah dana zakat yang diberikan olehmuzakki kepada LPZ dengan permintaan dikhususkan, misalnya untukdisalurkan kepada anak yatim, dan sebagainya.
2)        Dana Infaq/Shadaqah
Seperti dana zakat, dana infaq/shadaqah terdiri atas danainfaq/shadaqah umum dan dana infaq/shadqah khusus. Dana infaq/shadaqahumum adalah dana yang diberikan para donatur kepada LPZ tanpapersyaratan apapun. Sedangkan dana infaq/shadaqah dikhususkan adalahdana yang diberikan para donatur kepada LPZ dengan berbagai persyaatantertentu, seperti untuk disalurkan kepada masyarakat di wilayah tertentu.
3)        Dana Waqaf
Waqaf adalah menahan diri dari berbuat sesuatu terhadap hal yangmanfaaatnya diberikan kepada orang tertentu dengan tujuan yang baik.
4)        Dana Pengelola
Dana pengelola adalah hak amil yang digunakan untuk membiayaikegiatan operasional lembaga yang bersumber dari:
a)       Hak amil dari dana zakat
b)      Bagian tertentu dari dana infaq/shadaqah
c)      Sumber lain yang tidak bertentangan dengan syariah

Inovasi Lembaga Amil
Persaingan merupakan sesuatu yang positif bagi lembaga-lembaga ini. Persaingan dalam konteks agama bagi lembaga-lembaga ini adalah “berlomba-lomba untuk kebaikan”. Dengan adanya persaingan maka lembaga ZISWAF akan terpacu untuk meningkatkan pelayanan mereka. Beragam inovasi pelayanan amal pun bermunculan seperti layanan jemput zakat, pembayaran melalui kartu kredit, paypal, e-payment, hingga – seperti dilakukan salah satu lembaga zakat terbesar- penyediaan zakat consultant yang memudahkan para donatur untuk merencanakan “belanja amal” mereka, selain tentunya untuk mencari “prospek” donatur baru.
Terdapat  beberapa lembaga ZISWAF kenamaan. Seperti, Dompet Dhuafa memposisikan dirinya sebagai lembaga ZISWAF besar dan berpengalaman yang fokus pada pemberdayaan. Rumah Zakat memposisikan dirinya sebagai “lembaga zakat” – frase “Rumah Zakat” yang menjadi nama corporate brand-nya memberikan kesan bahwa lembaga ini fokus di jenis amal zakat- yang profesional dan modern. Lain dengan Rumah Yatim yang memposisikan diri sebagai lembaganya anak yatim. Diferensiasi Rumah Yatim yang punya Apartemen Yatim mempertegas positioning lembaga ini. Sejauh pengamatan penulis dibanding Dompet Dhuafa dan Rumah Zakat yang secara by design mentarget segmen profesional perkotaan dan corporate, Rumah Yatim memposisikan diri sebagai lembaganya donatur individual. Bahkan dari nuansa promosi yang dibuat dan dari manuver-manuver pemasaran yang terberitakan di media massa, lembaga ini fokus mentarget masyarakat yang lebih relijius dan tidak terlalu progresif. Lain lagi dengan ACT (Aksi Cepat Tanggap) yang secara tegas melalui positioning statement-nya menyatakan “Care For Humanity”. Lembaga ini ingin memposisikan diri sebagai lembaga kemanusiaan yang peduli pada permasalahan sosial dan bencana alam. Program-program donasi untuk Gaza dan Somalia juga melengkapi positioning lembaga ini sebagai lembaga yang punya reputasi internasional. PKPU dengan tagline “Lembaga Kemanusiaan Tingkat Nasional” berusaha diingat sebagai lembaga ZISWAF yang menjangkau seluruh Indonesia dan punya kapasitas nasional.

Penutup
Kesimpulan
Pajak adalah suatu kewjiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa pembangunan nasional. Pajak dalam Islam dengan Pajak kapitalis jelas memiliki perbedaan dalam berbagai bidang, sebagai contoh, pajak dalam islam (dharibah), bersifat temporer, tidak bersifat kontinu; hanya boleh dipungut ketika di baitul mal tidak ada harta atau kurang. Dan pengelolaan zakat oleh amil zakat telah dicontohkan sejak zaman Rasulullah saw., pengelolaan dan pendistribusian zakat dilakukan secara melembaga dan terstruktur dengan baik. Dalam konteks ke-Indonesiaan hal itu tercermin dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, di mana dalam Undang-undang tersebut mengatur dengan cukup terperinci mengenaifungsi, peran dan tanggung jawab Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).

Daftar Pustaka
M.A.Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek. Ed. 1. PT Intermasa. Jakarta 1992.
Huda Nurul, Heykal Mohammad,  lembaga Keuangan Islam tijauajn teoritis dan praktis. Cet.1. Jakarta: Kencana 2010.
Sudirman, MA,  Zakat dalam Perusahaan arus modernitas. UIN Malang Press 2007.





[1] Dinukil definisi pajak ini dari buku Nasehat Bijak Tuk Para Pemungut Pajak oleh Ibnu Saini bin Muhammad bin Musa.
[2] Sebagaimana dikuti oleh Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak. (Jakarta: Salemba Empat, edisi 3,  2007), hal. 5. Lihat juga Soemarso, Perpajakan Pendekatan Komprehensif. (Jakarta: Salemba Empat, 2007), hal. 2-3
[3]  UU No 28 Tahun 2007, pasal 1
[4] Ibrahim Husein,” Hubungan Zakat dan Pajak di dalam Islam”, dalam zakat dan pajak, Cet. 2 (Jakarta: Bina Rena Pariwara,1991),140-141.
[5] Taqiyyudin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini al-Hishni al-Dimasyqi al-Syafi’i, Kifayah al-akhyar, Jilid 1( surabaya: al-Hidayah, t.th.), 172.
[6] Didin Hafidhuddin, zakat dalam Perekonomian Modern, Cet. 1 (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), 51-65.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat dan Hadist Akutansi Syariah

Ayat dan Hadist tentang Akuntansi Syariah : upaya mewujudkan sistem pencatatan yang sesuai dengan prinsip syariah Pendahuluan Akuntansi adalah serangkaian proses yang memiliki tujuan utama yaitu menyajikan informasi keuangan dalam periode tertentu yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan baik dalam bank syariah maupun diluar bank syariah. Kemunculan bank syariah sebagai organisasi yang relative baru menimbulkan tantangan besar.para pakar syariah Islam dan akuntansi harus mencari dasar bagi penerapan dan pengembangan standar akuntansi yang berbeda dengan standar akuntansi bank konvensional seperti telah dikenal selama ini. Standar akuntansi tersebut menjadi kunci sukses bank syariah dalam melayani masyarakat disekitarnya sehingga, seperti lazimnya, harus dapat menyajikan informasi yang cukup, dapat dipercaya, dan relevan bagi para penggunanya, namun tetap dalam konteks syariah Islam. Benarkah ilmu akuntansi ada dalam Islam? Partanyaan ini begitu menggelitik, kare...

Hukum Jual beli organ tubuh dalam ekonomi islam

Kapita Selekta Hukum Ekonomi Islam “Hukum Jual Beli Organ Tubuh”   Pembahasan Pengertian Transplantasi                  Pasal 1 huruf (e) Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi dan atau Jaringan Tubuh Manusia menyatakan bahwa. “Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan alat dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh manusia yang tidak berfungsi dengan baik.” Adapun tujuan transplantasi menurut Pasal 64 ayat (2) dan ayat ( 3 ), Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan adalah : Transplantasi organ dan / atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersilkan. Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang di...

Akuntansi Syariah

Akuntansi Syariah Pendahuluan Ajaran normatif agama sejak awal keberadaan Islam telah memberikan persuasi normative bagi para pemeluknya untuk melakukan pencatatan atas segala transaksi dengan benar/adi sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT. Dalam Al-Qur’an   Al-Baqarah (2:282). يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan dituli...