Lembaga
Keuangan Syariah
Baitul
Mall Wa Tamwil (BMT)
Pendahuluan
Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) terdiri
dari dua istilah, yaitu baitul mal dan baitut tamwil. Baitul maal lebih
mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana dana yang non profit,
seperti zakat, infak dan shodaqoh. Sedangkan baitut tamwil sebagai usaha pengumpulan
dan penyaluran dana. Di Indonesia sendiri setelah berdirinya Bank Muamalat
Indonesia (BMI) timbul peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip
syariah. Operasinalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan
menengah, maka muncul usaha untuk mendirikan bank dan lembaga keuangan mikro,
seperti BPR syariah dan BMT yang bertujuan untuk mengatasi hambatan operasional
daerah.
Pembahasan
A.
Pengertian
Baitul Mal wat Tamwil (BMT)
BMT adalah kependekan kata Balai
Usaha Mandiri terpadu atau Baitul Mal wat Tamwil, yaitu lembaga keuangan mikro
(LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. BMT sesuai namanya
terdiri dari dua fungsi utama,yaitu:
a.
Baitul tamwil
(rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha
produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan
kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan
kegiatan ekonomi.
b.
Baitul mal
(rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah serta
mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
Baitul mal wat
tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt
al-mal wa al-tamwildengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan
investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah
dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang
pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, Baitul mal wat tamwil juga bisa
menerima titipan zakat, infak, sedekah, serta menyalurkannya sesuai dengan
peraturan dan amanatnya.[1]
Dengan
demikian, keberadaan BMT dapat dipandang memiliki dua fungsi utama, yaitu
sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah seperti zakat, infak,
sedekah, dan wakaf, serta dapat pula berfungsi sebagai institusi yang bergerak
di bidang investasi yang bersifat produktif sebagaimana layaknya bank. Pada
fungsi kedua ini dapat dipahami bahwa selain berfungsi sebagai lembaga
keuangan, BMT juga berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Sebagai lembaga keuangan
BMT bertugas menghimpun dana dari masyarakat (anggota BMT) yang mempercayakan
dananya disimpan di BMT dan menyalurkan dana kepada masyarakat (anggota BMT)
yang diberikan pinjaman oleh BMT. Sedangkan sebagai lembaga ekonomi, BMT berhak
melakukan kegiatan ekonomi, seperti mengelola kegiatan perdagangan, industri,
dan pertanian.
Secara
umum profil BMT dapat dirangkum dalam butir-butir berikut:
a.
Tujuan BMT,
yaitu meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya.
b.
Sifat BMT,
yaitu memiliki usaha bisnis yang bersifat mandiri, ditumbuhkembangkan dengan
swadaya dan dikelola secara profesional serta berorientasi untuk kesejahteraan
anggota dan masyarakat lingkungannya.
c.
Visi BMT, yaitu
menjadi lembaga keuangan yang mandiri, sehat dan kuat, yang kualitas ibadah
anggotanya meningkat sedemikian rupa sehingga mampu berperan menjadi wakil
pengabdi Allah memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan umat manusia
pada umumnya.
d.
Misi BMT, yaitu
mewujudkan gerakan pembebasan anggota dan masyarakat dari belenggu rentenir,
jerat kemiskinan dan ekonomi ribawi, gerakan pemberdayaan meningkatkan
kapasitas dalam kegiatan ekonomiriil dan kelembagaannya menuju tatanan
perekonomian yang makmur dan maju dan gerakan keadilan membangun struktur
masyarakat madani yang adil berkemakmuran berkemajuan, serta makmur maju
berkeadilan berlandaskan syariah dan ridha Allah swt...
e.
Fungsi BMT,
yaitu (1) mengindetifikasikan, memobilisasi, mengorganisir, mendorong dan
mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota, kelompok usaha anggota
muamalat (Pokusma) dan kerjanya; (2) mempertinggi kualitas SDM anggota dan
Pokusma menjadi lebih profesional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh
menghadapi tantangan global; dan (3) menggalang dan mengorganisir potensi
masyarakat dalam rangka meningkat kesejahteraan anggota.
f.
Prinsip-prinsip
utama BMT, yaitu:
1.
Keimanan dan
ketakwaan pada Allah swt dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip syariah dan
muamlah islam ke dalam kehidupan nyata;
2.
Keterpaduan (kaffah)
di mana nilai-nilai spritual berfungsi mengarahkan dan menggerakkan etika dan
moral yang dinamis, proaktif, progresif, adil, dan berahlak mulia;
3.
Kekeluargaan
(kooperatif);
4.
Kebersamaan;
5.
Kemandirian;
6.
Profesionalisme;
7.
Istiqomah:
konsisten, kontinuitas/berkelanjutan tanpa henti dan tak pernah putus asa.
Setelah mencapai suatu tahap, maju ke tahap berikutnya, dan hanya kepada Allah
berharap.
B.
Ciri-ciri BMT
BMT memiliki dua jenis ciri-ciri yakni ciri-ciri utama dan
ciri-ciri khusus, ciri-ciri utama terdiri dari:
1.
Berorientasi
bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling banyak
untuk anggota dan lingkungannya;
2.
Bukan lembaga
sosial tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan penggunaan zakat, infak,
dan sedekah bagi kesejahteraan orang banyak;
3.
Ditumbuhkan
dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat di sekitarnya.
4.
Milik bersama
masyarakat kecil dan bawah dari lingkungan BMT itu sendiri, bukan milik orang
seorang atau orang dari luar masyarakat itu.
Di samping ciri-ciri utama di atas, BMT juga memiliki ciri-ciri
khusus, yaitu:
1.
Staf dan
karyawan BMT bertindak aktif, dinamis, berpandangan produktif, tidak menunggu
tetapi menjemput nasabah, baik sebagai penyetor dana maupun sebagai penerima
pembiayaan usaha;
2.
Kantor dibuka
dalam waktu tertentu dan ditunggui oleh sejumlah staf yang terbatas, karena
sebagian besar staf harus bergerak di lapangan untuk mendapatkan nasabah
penyetor dana, memonitor, dan mensupervisi usaha nasabah;
3.
BMT mengadakan
pengajian rutin secara berkala yang
waktu dan tempatnya, biasanya dimadrasah, masjid atau mushola, ditentukan
sesuai dengan kegiatan nasabah dan anggota BMT. Setelah pengajian biasanya
dilanjutkan dengan perbincangan bisnis dari para nasabah BMT.
4.
Manajemen BMT
diselenggarakan secara profesional dan islami, di mana:
·
Administrasi
keuangan, pembukuan dan prosedur ditata dan dilaksanakan dengan sistem
akuntansi sesuai dengan standar akuntansi indonesia yang disesuaikan dengan
prinsip-prinsip syariah.
·
Aktif,
beranjangsana, berprakarsa, pro aktif, menemukan masalah dengan tajam dan
menyelesaikan masalah dengan bijak, bijaksana, yang memenangkan semua puhak.
·
Berpikir,
bersikap dan berperilaku ahsanu ‘amala(service excellence).[2]
Berdasarkan
uraian-uraian di atas dapat dilihat bahwa tata kerja BMT harus dirumuskan
secara sederhana sehingga mudah untuk didirikan dan ditangani oleh para nasabah
yang sebagian besar berpendidikan rendah. Aturan dan mekanisme kerjanya dibuat
dengan lentur, efisien, dan efektif sehingga memudahkan nasabah untuk
memanfaatkan fasilitasnya.[3]
C.
Jenis-jenis Produk
BMT
Dalam
operasionalnya, BMT dapat menjalankan berbagai jenis kegiatan usaha, baik yang
berhubungan dengan keuangan maupun non-keuangan. Adapun jenis-jenis usaha BMT
yang berhubungan dengan keuangan dapat berupa:
1.
Setelah
mendapatkan modal awal berupa simpanan pokok khusus, simpanan pokok, dan
simpanan wajib sebagai modal dasar BMT, selanjutnya BMT memobilisasi dana
dengan mengembangkannya dalam aneka simpanan sukarela (semacam tabungan umum)
dengan berasaskan akad mudharabahdari anggota berbentuk:
a.
Simpanan biasa;
b.
Simpanan
pendidikan;
c.
Simpanan haji;
d.
Simpanan umrah;
e.
Simpanan
qurban;
f.
Simpanan ‘Idul
Fitri;
g.
Simpanan walimah;
h.
Simpanan aqiqah
i.
Simpanan
perumahan (pembangunan dan perbaikan)
j.
Simpanan
kunjungan wisata; dan
k.
Simapanan mudharabahberjangka
(semacam deposit 1, 3, 6, 12 bulan)
Dengan akad wadi’ah(titipan
tidak berbagi hasil), di antaranya:
a.
Simpanan yad
al-amanah, titipan dana zakat, infak, dan sedekah untuk disampaikan kepada
yang berhak.
b.
Simpanan yad
ad-damanah, giro yang sewaktu-waktu dapat diambil oleh penyimpan.
2.
Kegiatan
pembiayaan/kredit usaha kecil bawah (mikro) dan kecil, antara lain dapat
berbentuk:
a.
Pembiayaan mudharabah,
yaitu pembiayaan total dengan menggunakan mekanisme bagi hasil.
b.
Pembiayaan musyarakah,
yaitu pembiayaan bersama dengan menggunakan mekanisme bagi hasil.
c.
Pembiayaan murabahah,
yaitu pemilikan suatu barang tertentu yang di bayar pada saat jatuh tempo.
d.
Pembiayaan bay’
bi saman ajil, yaitu pemilikan suatu barang tertentu dengan mekanisme
pembayaran cicilan.
e.
Pembiayaan qard
al-hasan, yaitu pinjaman tanpa adanya tambahan pengembalian kecuali sebatas
biaya administrasi.
Selain kegiatan
yang berhubungan dengan keuangan di atas, BMT dapat juga mengembangkan usaha di
bidang sektor riil, seperti kios telepon, kios benda pos, memperkenalkan teknologi
maju untuk meningkatkan produktivitas hasil para anggota, mendorong tumbuhnya
industri rumah tangga atau pengolahan hasil, mempersiapkan jaringan perdagangan
atau pemasaran masukan dan hasil produksi, serta usaha lain yang layak,
menguntungkan dan tidak mengganggu program jangka pendek, dengan syarat
dikelola dengan sistem manajemen yang
terpisah dan profesional. Usaha sektor riil BMT tidak boleh menyaingi usaha
anggota tetapi justru akan mendukung dan memperlancar pengorganisasian secara
bersama-sama keberhasilan usaha anggota dan kelompok anggota berdasarkan jenis
usaha yang sama.
D.
Proses
Pembentukan BMT
Proses pembentukan BMT adalah sebagai berikut:
MODEL 1
|
MODEL 3
|
Melengkapi administrasi
|
Konsultasi dengan PINBUK
|
Melanjutkan operasi
|
Melanjutkan operasi
|
Melengkapi administrasi
|
Konsultasi dengan PINBUK
|
Mempersiapkan saran/prasarana
|
Pengelola memasarkan BMT
|
BMT beroperasi
|
Pengelola memasarkan BMT
|
Ada motivator
|
Ada motivator
|
Ada motivator
|
Memahami BMT
|
Memahami BMT
|
Memahami BMT
|
Memperkenalkan BMT pada tokoh masyarakat
|
Memperkenalkan BMT pada pengurus kelompok
|
Memperkenalkan BMT pada pengurus
|
Menghimpun tokoh kunci
|
Mengidentifikasi persamaan dan perbedaan kelompok yang ada
dengan karateristik BMT
|
Membentuk panitia
|
Membentuk panitia
|
Melakukan berbagai penyesuaian seperti : melengkapi
pendiri, melengkapi modal, pendiri menyempurnakan AD/RT,
menyempurnakan pengurus
|
Menghimpun calon badan pendiri minimal 20 orang
|
Melengkapi pendiri
|
Mengadakan
rapat pendirian:
1.
Menetapkan AD/ART
2.
Memilih pengurus
|
Mengadakan
rapat pendirian :
1.
Menetapkan AD/ART
2.
Menyempurnakan pengurus
|
Menghimpun modal awal dari pendiri
|
Melengkapi pengelola
|
Merekrut pengelola
|
Melengkapi pengelola
|
Melatih pengelola/
magang
|
Melatih pengelola/
magang
|
Melatih pengelola/
magang
|
MODEL 2
|
1)
Para pendiri
minimum 20 orang.
Para pendiri menghubungi
PINBUK setempat untuk mengurus
perijinan pendiriannya.
2)
Mendaftarkan calon pengelola untuk
mengikuti pelatihan singkat dan magang.
3)
Mempersiapkan modal
awal sebesar Rp. 5juta di pedesaan dan Rp.10juta di perkotaan.
4)
Jika bermaksud
menjadi koperasi, BMT
dapat segera mengajukan
permohonan badan hukum koperasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan BMT adalah:
1) Motivator (penggerak), memiliki
peranan yang sangat
signifikan terhadap
sukses
awal pendirian BMT. Penggerak ini berasal dari masyarakat setempat
yang atas
inisiatif sendiri atau
inisiatif PINBUK dan
pihak lain berminat
membentuk
BMT.
2) Pendekatan kepada tokoh
kunci yang dapat
terdiri dari pimpinan
formal,
pimpinan informal,
usahawan, hartawan, dan
dermawan. Para tokoh
ini
diharapkan
bersedia menjadi Panitia Pembentukan BMT.
3)
Pendekatan
kepada para calon pendiri. Pendiri minimal 20 orang yang terdiri Dari tokoh-tokoh yang
mewakili berbagai kalangan
masyarakat seperti pimpinan formal, agama, adat,
pengusaha dan masyarakat
banyak. Badan pendiri mengadakan rapat
dan menetapkan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
BMT serta memilih pengurus yang terdiri dari 3 – 5 orang.
4)
Pengurus mengadakan
seleksi pengelola yang
jumlahnya minimal 3
orang yang terdiri manajer, bagian pembiayaan, bagian
administrasi/keuangan dan bagian-bagian lain yang dibutuhkan.
5)
Para pengelola
yang ditunjuk segera
memasyarakatkan BMT dan
mencari
anggota
dan BMT mulai beroperasi.
6) Antara pengurus dan pengelola tidak mempunyai hubungan
kekeluargaan.
7) Organisasi
yang dapat membentuk
BMT antara lain
seluruh anggota masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat,
organisasi sosial, organisasi profesi, LSM, proyek-proyek
pemberdayaan masyarakat.
8) Kelompok
yang dapat dikembangkan
menjadi BMT antara
lain: arisan, simpan pinjam,
pengajian, tani, usaha ekonomi produktif dan lain-lain.[4]
E.
Perbedaan
BMT dengan Lembaga Keuangan Lainnya
Lembaga keuangan dalam arti luas sebagai
perantara dari pihak yang mempunyai kelebihan dana ( Surplus of fund ) dengan
pihak yang kekurangan dana ( lack of fund ) sehingga peranan yang sebenarnya
sebagai perantara keuangan masyarakat. Dari pengertian yang luas ini, maka
lembaga keuangan dengan sendirinya mempunyai perbedaan, fungsi, dan
kelembagaannya
Di sini penulis akan mengutarakan tiga
pendapat dari ahli hukum, praktisi ekonomi, dan pemerhati lembaga keuangan
mikro mengenai lembaga keuangan di Indonesia:
1. Lembaga
Keuangan Menurut para sarjana hukum
Lembaga
keuangan di Indonesia secara garis besar dapat diklafikasikan menjadi 3 kelompok
besar, yaitu; lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan lembaga
pembiayaan.
a. Lembaga
Keuangan Bank
Lembaga Keuangan Bank
adalah Bank. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
atau bentuk lainnya. Bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
Pada pelaksanaan usahanya baik Bank Umum maupun BPR diperbolehkan dengan cara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syari’ah. Sementara dalam konteks
perbankan syari’ah pada UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah bahwa
bank syari’ah terdiri dari Bank Umum Syari’ah, Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah
(BPRS), dan Unit Usaha Syari’ah (UUS). Bank Perkreditan Rakyat maupun Bank
Pembiayaan Rakyat Syari’ah tidak diperkenankan untuk memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
b. Lembaga
Keuangan Bukan Bank
Pengertian Lembaga
Keuangan Bukan Bank menurut Sunaryo ialah;
Lembaga Keuangan Bukan
Bank adalah badan usaha yang melakukan kegiatan-kegiatan di bidang keuangan,
secara langsung atau tidak langsung, menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan
surat berharga dan menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai investasi
perusahaan-perusahaan.
Dalam hal ini Lembaga
Keuangan Bukan Bank tidak diperkenankan menerima dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan, baik itu berupa giro, tabungan maupun deposito. Namun,
berdasarkan kebijakan Pakto 27, 1988, LKBB dapat menerbitkan sertifikat
deposito sebagai sumber dana dan dapat mendirikan kantor cabang di
daerah-daerah. LKBB meliputi; Usaha Perasuransian, Perum Pegadaian, Dana
Pensiun, Pasar Modal, dan Perusahaan Penjaminan.
Lembaga Keuangan Bukan
Bank diatur dengan undang-undang yang mengatur masing-masing bidang jasa
keuangan bukan bank. Lembaga Keuangan Bukan Bank terdiri dari, sebagai berikut;
·
Perusahaan Asuransi dan Reasuransi
Perusahaan Asuransi
maupun Reasuransi diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1995 tentang Usaha
Perasuransian
·
Pegadaian
Perum Pegadaian diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 jo. PP No. 103 tahun 2000
tentang Perum Gadai.
·
Dana Pensiun
Dana Pensiun diatur
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun sebagai dasar
penyelenggaraan dana pensiun
·
Pasar Modal
Pasar Modal termuat
dalam peraturan Undang-Undang nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.
·
Perusahaan Penjaminan
Pengaturan hukum
Perusahaan Penjaminan diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2008
tentang Lembaga Penjaminan.
c. Lembaga
Pembiayaan
Pada Pasal 1 angka 1
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, yang menyebutkan pengertian lembaga
pembiayaan ialah;
Lembaga pembiayaan
adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
dana dan/atau barang modal.
Pada Pasal 2 Peraturan
Presiden Nomor 9 Tahun 2009 mengenal tiga jenis lembaga pembiayaan yang
meliputi;
·
Perusahaan Pembiayaan (PP), yaitu Badan
usaha yang khusus didirikan untuk melakukan sewa guna usaha, anjak piutang,
pembiayaan konsumen, dan/atau usaha kartu kredit.
·
Perusahaan Modal Ventura ialah badan
usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu
perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan untuk jangka waktu tertentu dalam
bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi,
dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha.
·
Perusahaan Pembiayaan Insfrastruktur,
yaitu; badan usaha yang didirikan khusus untuk melakukan pembiayaan dalam
bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur.
Pada
Pasal 9 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan melarang
lembaga pembiayaan menarik dana secara langsung berupa giro, deposito, dan
tabungan.
2. Koperasi
Simpan Pinjam
Sementara Kasmir (praktisi ekonomi) berpendapat
bahwa Koperasi Simpan Pinjam termasuk pada lembaga keuangan lainnya (bukan
bank). Koperasi mempunyai karakteristik seperti lembaga keuangan yang melakukan
menghimpun dana dan menyalurkannya, walaupun hanya sebatas dari dan untuk
anggota koperasi, calon anggota, atau anggota koperasi lainnya. Yang
dimaksudkan calon anggota di sini ialah telah mendaftarkan diri pada koperasi,
namun belum melunasi setoran simpanan pokok dan kewajiban lainnya. Apabila
dalam waktu 3 bulan belum terpenuhi kewajibannya, maka harus dihapus dari
keanggotaan koperasi.
Koperasi Simpan Pinjam mengacu pada Undang-Undang
No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP No. 9 Tahun 1995 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Peraturan tersebut
diadakan agar tidak berbenturan dengan UU Perbankan dan menunjukkan eksitensi
Koperasi.
3. Lembaga
Keuangan Mikro
Neni Sri Imaniyati berpendapat bahwa Lembaga
Keuangan Mikro dalam kategori Bank Indonesia dibagi dua, yaitu LKM Bank dan LKM
non Bank. LKM Bank terdiri dari BRI Unit Desa, BPR, dan Badan Kredit Desa
(BKD). Sedangkan LKM non Bank terdiri dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP),
lembaga dana kredit pedesaan, Baytul Maal wat Tamwil (BMT), lembaga swadaya
masytarakat (LSM), arisan, pola pembiayaan grameen, pola pembiayaan ASA, credit
union, kelompok swadaya masyarakat (KSM), dan lain-lain.
Menurut Andi Soemitra berpendapat bahwa Lembaga
Keuangan Syari’ah Mikro terdiri dari Lembaga Pengelola Zakat (BAZ dan LAZ),
Lembaga Pengelola Wakaf, dan Baytul Maal wat Tamwil (BMT).
Pendapat di atas dari pemerhati ekonomi berdasarkan
pada fenomena perkembangan praktek keuangan yang terjadi di masyarakat. Neni
Sri Imaniyati, sebagai dosen FH Unisba, mengakui bahwa sampai saat ini payung
hukum bagi BMT dan Lembaga Keuangan Mikro bukan bank (kecuali koperasi) belum
ada.
Kedudukan BMT pada Lembaga Keuangan di
Indonesia masih terdapat perbedaan pendapat. Pendapat pertama, menyatakan bahwa
BMT tidak termasuk dalam kategori Lembaga Keuangan. Sementara pendapat kedua,
menyatakan bahwa BMT termasuk dalam kategori Lembaga Keuangan. BMT termasuk
dalam kategori Lembaga Keuangan apabila BMT berbadan hukum koperasi. Sedangkan
pendapat lainnya menyatakan bahwa BMT termasuk dalam Lembaga Keuangan Mikro.
Karena dalam pelaksanaannya berdasarkan prinsip syari’ah, maka BMT termasuk
dalam Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah.
Perbedaan pendapat di atas disebabkan
bahwa BMT sampai saat ini belum mempunyai payung hukum yang jelas.[5]
Kesimpulan
BMT adalah
kependekan kata Balai Usaha Mandiri terpadu atau Baitul Mal wat Tamwil, yaitu
lembaga keuangan mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip
syariah, dilihat dari prosedur pembiayaan dan jangkauan pelayanannya, BMT merupakan
lembaga keuangan alternatif yang sangat efektif dalam melayani kebutuhan
pembiayaan modal kerja jangka pendek yang sangat diperlukan pengusaha kecil
mikro. Dalam menjalankan usahanya, baik BMT yang berbentuk KSM maupun berbentuk
koperasi menggunakan prinsip-prinsip koperasi yang orientasi pelayanannya
selalu berpegang pada prinsip sederhana, murah dan cepat.
Perkembangan asset
BMT yang sangat
cepat ditentukan adanya
mobilisasi dana dari pihak ketiga serta
cepatnya perputaran pengembalian pinjaman para nasabah yang
selanjutnya dipinjamkan kepada nasabah lain. Lembaga
keuangan ini dapat menghasilkan profit yang cukup besar dan sangat menguntungkan
para pemiliknya. Pada umumnya BMT yang diteliti menggunakan pola pembiayaan mudharabah
dan Bai Bitsaman Aji (BBA). Pola pembiayaan BBA punya keunggulan
karena punya tingkat perputaran yang sangat tinggi, berisiko rendah
dan memberikan margin keuntungan yang relatif besar.
Daftar Pustaka
Soemitra,
Andri. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. (Jakarta: Kencana, 2009)
Huda,
Nurul dan Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Islam. (Jakarta: Kencana, 2010)
Pinbuk
Pusat. Pedoman dan Cara Pembentukan BMT Balai Usaha Mandiri Terpadu. Jakarta
Janwari,Yadi
dan A. Djazuli, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat (Suatu Pengenalan). (Jakarta:
RajaGrafindo, 2002)
Nawawi, Ismail.
Ekonomi Kelembagaan Syariah. (Surabaya: Putra Media Nusantara, 2009)
[1]Pinbuk
Pusat. Pedoman dan Cara Pembentukan BMT Balai Usaha Mandiri Terpadu. Jakarta,
t.t., hlm,. 1.
[2] A.
Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat (Suatu Pengenalan),
PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 170.
[3]Soemitra,
Andri. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Hal 451
[4] Huda,
Nurul dan Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Islam.
[5] Nawawi,
Ismail. Ekonomi Kelembagaan Syariah.
Komentar
Posting Komentar