Manajemen Keuangan Syariah
Manajemen Dana, Manajemen Pembiayaan dan ALMA
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Dalam
perkembangan zaman dimana kebutuhan keuangan dan persaingan antar lembaga
keuangan semakin ketat dan bergairah. Dalam hal ini bank merupakan aktor utama
dalam penyediaan jasa keuangan mulai dari tabungan, pinjaman, sewa-menyewa,
pengadaan modal, serta sistem kartu ATM yang memanjakan para nasabah dalam
pengambilan uang dan transfer keuangan.
Fungsi
bank yang memudahkan para nasabah dalam menghadapi beberapa masalah keuangan
mereka, menjadikan bank sebagai candu bagi para nasabah yang membutuhkan
jasanya, sampai terdapat titik kehilangan kepercayaan pada sebagian nasabah
terutama yang menjalani usaha kecil dikarenakan sistem bunga yang diterapkan
dalam bank, dengan ini banyak yang beranggapan sistem bank bagaikan pisau
bermata dua, dimana satu sisi menawarkan kemudahan tetapi disisi yang lain
memiliki resiko yang amat tinggi bagi mereka yang tidak mampu mengikuti
permainan ini.
Setelah
mencermati lebih dalam akan hakekat sistem tata keuangan yang berdasarkan
prinsip dan moral Islam dan kebutuhan para nasabah, muncul lembaga baru yaitu
bank syariah sebagai solusi lebih lanjut dalam perbaikan sistem perbankan yang
timpang.
Sebenarnya
sistem perbankan syariah masih dalam ruang lingkup yang sama dengan bank
konvensional, tetapi sistem ini mengutamakan keadilan dengan menghapus sistem
riba yang cenderung menguntungkan satu pihak, mengedepankan kemaslahatan
bersama dan keseimbangan antara pemodal dan pengusaha dengan menggunakan sistem
bagi hasil (profit sharing)[1]
dalam akad mudharabah, murabahah dan musyarakah. Sehingga dalam
penerapannya mendapat sambutan yang luar biasa bagi para nasabah khusunya
pengusaha kecil, hal ini diperkuat dengan jumlah nasabah yang setiap tahunnya
bertambah.
Pada zaman dimana kapitalisme dalam
perekonomian semakin menguat, dimana perbankan syariah masih terhimpit oleh
hagemoni bank konvensional. Dengan melakukan berbagai terobosan baru,
sosialisasi inovasi, dan evaluasi terhadap kegiatannya, perbankan syariah
memiliki tempat tersendiri bagi para nasabah yang benar-benar menginginkan
keadilan dan kemaslahatan dalam penerapannya, sehingga prospek bank syariah
untuk berlari melebihi bank konvensional kian terbuka.
Berdasarkan peninjauan diatas pada
pembahasan makalah ini pemateri akan membahas dengan seksama manajemen dana,
manajemen pembiayaan dan ALMA (Asset Liability Management).
B.
Rumusan
Masalah
1)
Bagaimana
manajemen dana di perbankan syariah?
2)
Bagaimana
menajemen pembiayaan di perbankan syariah?
3)
Bagaimana
manajemen liabilitas aset di perbankan syariah?
C.
Tujuan
Pembahasan
1)
Agar
dapat memahami manajemen dana di perbankan syariah.
2)
Agar
dapat memahami manajemen pembiayaan di perbankan syariah.
3)
Agar
dapat memahami manajemen libilitas asset di perbankan syariah.
Pembahasan
1.
Manajemen
Dana
Manajamen dana bank syariah adalah upaya yang dilakukan oleh
lembaga bank syariah dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima
dari aktivitas funding untuk disalurkan kepada aktivitas financing,
dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas,
rentabilitas dan solvaibilitas.
Sebagaimana halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga
mempunyai peran sebagai lembaga perantara (intermediary) antara satuan-satuan
kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (surplus
unit) dengan unit-unit lain yang mengalami kekurangan dana (deficit unit).
Melalui kelebihan dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang
memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak.
Kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai penyimpan
harta, pengusaha dan pengelola investasi yang baik (professional investment
manager) akan sangat menentukan kualitas usahanya sebagai lembaga intermediary
dan kemampuannya menghasilkan laba.[2]
1.1.Tujuan Manajemen Dana Bank
Dari penguraian tersebut, maka manajemen dana mempunyai tujuan
sebagai berikut:
·
Memperoleh
profit yang optimal
·
Menyediakan
aktiva cair dan kas yang memadai
·
Menyimpan
cadangan
·
Mengelola
kegiatan-kegiatan ekonomi dengan kebijakan yang pantas bagi seseorang yang
bertindak sebagai pemelihara dana-dana orang lain.
·
Memenuhi
kebutuhan masyarakat akan pembiayaan.
1.2.Sumber Dana Bank
Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam
bentuk tunai, atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai.
Uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank tidak hanya berasal dari
pemilik bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari titipan atau penyertaan dana
orang lain atau pihak lain yang sewaktu-waktu atau pada suatu saat tertentu
akan ditarik kembali, baik sekaligus ataupun secara berangsur-angsur. Secara
garis besar sumber dana bank terdiri dari:
·
Modal
Inti
Modal ini adalah modal sendiri yaitu dana yang berasal dari
pemegang saham bank, yakni pemilik bank, modal inti terdiri dari:
1)
Modal
disetor, modal yang disetor oleh para pemegang saham.
2)
Cadangan,
sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk operasional
kemudian.
3)
Laba
ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang
saham, tetapi oleh pemegang saham sendiri (melalui RUPS) diputuskan untuk
ditanam kembali dalam bank.
·
Kuasi
ekuitas (Mudharabah)
Bank menghimpun dana dari pihak ketiga dengan bagi hasil atas dasar
prinsip mudharabah, pemilik dana tidak boleh mencampuri pengelolaan
bisnis sehari-hari. Keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya dengan
perbandingan (nisbah) yang disepakati sebelumnya. Dalam hal ini bank menyediakan
akad berupa:
1)
Investasi
Mudharabah Umum (Mudharabah Mutlaqah)
2)
Investasi
Mudharabah Khusus (Mudharabah Muqayyadah)
3)
Rekening
Tabungan Mudharabah.[3]
·
Titipan
(Wadiah)
Dana titipan yaitu dana pihak ketiga yang dititipkan pada bank,
umumnya berupa giro atau tabungan dengan motivasi utama untuk keamanan dana
mereka dan memperoleh keleluasaan untuk menarik kembali dananya sewatku-waktu.
Dana titipan wadiah dapat dikembangkan dalam bentuk rekening giro wadiah dan
rekening tabungan wadiah.[4]
1.3.Tujuan Penggunaan Dana Bank Syariah
Setelah dana pihak ketiga (DPK) telah dikumpulkan oleh bank, maka
sesuai dengan fungsi intermediary-nya maka bank berkewajiban menyalurkan dana
tersebut untuk pembiayaan. Dalam hal ini, bank harus mempersiapkan strategi
penggunaan dana-dana dihimpunnya sesuai dengan rencana alokasi berdasarkan
kebijakan yang telah digariskan. Alokasi dana ini mempunyai beberapa tujuan
yaitu:
1)
Mencapai
tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat resiko yang rendah.
2)
Mempertahankan
kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas tetap aman.
Untuk mencapai kedua keinginan tersebut maka alokasi dana-dana bank
harus diarahkan sedemikian rupa agar pada saat diperlukan semua kepentingan
nasabah dapat terpenuhi. Alokasi penggunaan dana pada bank bank syariah dibagi
dalam dua bagian penting:
a)
Aktiva
yang menghasilkan (Earning Asset)
·
Pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah),
·
Pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan (Musyarakah),
·
Pembiayaan
berdasarkan prinsip jual beli (Al Bai’),
·
Pembiayaan
berdasarkan prinsip sewa (Ijarah dan Ijarah muntahiya bit tamlik),
·
Surat-surat
berharga lainnya dan investasi lainnya.
b)
Aktiva
yang tidak menghasilkan (Non Earning Asset)
·
Aktiva
dalam bentuk tunai (cash asset)
·
Pinjaman
(qard)
·
Penanaman
dana dalam aktiva tetap dan inventaris
2.
Manual
Kebijakan dan Prosedur Pembiayaan
Secara umum kegiatan manual kebijakan dan prosedur pembiayaan dalam
perbankan syariah dapat berupa: (1) analisa pembiayaan, (2) Pemantauan dan
pengawasan pembiayaan, (3) Penanganan pembiayaan bermasalah, (4) Penyitaan
barang jaminan pembiayaan.
2.1.Analisa Pembiayaan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisa pembiayaan di
bank syariah adalah sebagai berikut:
·
Pendekatan
Analisis Pembiayaan
a.
Pendekatan
Jaminan, dalam memberikan pembiayaan bank selalu memperhatikan kuantitas dan
kualitas jaminan yang dimiliki oleh peminjam.
b.
Pendekatan
Karakter, bank mencermati secara sungguh-sungguh terkait dengan karakter
nasabah.
c.
Pendekatan
kemampuan pelunasan, bank menganalisis kemampuan nasabah untuk melunasi jumlah
pembiayaan yang telah diambil.
d.
Pendekatan
dengan studi kelayakan, bank memperhatikan kelayakan usaha yang dijalankan oleh
nasabah peminjam.
e.
Pendekatan
fungsi-fungsi bank, artinya bank memperhatikan fungsinya sebagai lembaga
intermediary keuangan, yaitu mengatur mekanisme dana yang dikumpulkan dengan
dana yang disalurkan.[5]
·
Prinsip
Analisis Pembiayaan
a)
Character artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pinjaman.
b)
Capacity artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan
mengembalikan pinjaman yang diterima.
c)
Capital artinya besarnya modal yang diperlukan peminjam.
d)
Colateral artinya jaminan yang telah dimiliki dan diberikan peminjam kepada
bank.
e)
Condition artinya keadaan usaha atau nasabah, prospek atau tidak.
f)
Constraint artinya hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu proses usaha.
·
Aspek
yang dianalisis
Aspek Yuridis, Calon debitur cakap hukum, Usahanya tidak liar,
Aspek pemasaran, Siklus hidup produk, Produk subtitusi, Perusahaan pesaing,
Tingkat kemampuan daya beli masyarakat, Program promosi, Daerah pemasarannya,
Faktor musim, Manajemen pemasaran, Kontrak penjualan, Aspek teknis, Lokasi usaha,
Fasilitas gedung bangunan usaha, Mesin-mesin yang dipakai, proses produksi,
Aspek keuangan, Kemampuan memperoleh untung, Sisa-sisa pinjaman dengan pihak
lain, Beban rutin di luar kegiatan usaha, Arus cash (Cash Flow), Aspek
jaminan, Syarat-syarat jaminan, Syarat ekonomis, Syarat yuridis.[6]
·
Rumusan
Hasil Analisis
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perumusan hasil analisis
pembiayaan:
a.
Identitas
pemohon, Umur calon 22-50 tahun,
b.
Alamat
rumah jelas, jika kontrak: masih berapa tahun calon kontrak.
c.
Diusahakan
rumah calon dekat dengan wilayah kerja bank syariah yang bersangkutan.
d.
Identitas
usaha, Lokasi usaha strategis, aspek pasar.
e.
Pengalaman
usaha minimal 2 tahun, status usaha bukan sambilan.
f.
Barang
yang diproduksi tidak terlalu banyak pesaing dan memang dibutuhkan banyak
orang.
g.
Sumber
bahan baku yang dipakai mudah diperoleh, cukup murah, dan jika memungkinkan
dapat didaur ulang.
h.
Mempunyai
perencanaan usaha ke depan yang detail.
i.
Mempunyai
pengalaman dan tenaga terampil.
j.
Mempunyai
catatan usaha dan data keuangan
k.
Peminjam
harus memiliki modal minimal 30% dari pembiayaan yang diajukan
l.
Produk
yang diproduksi tidak merusak lingkungan,barang maupun limbahnya.
m.
Produk
yang dibuat tidak dilarang oleh agama maupun Negara.
·
Rekomendasi
Analisis berupa form:
Aspek
|
Kondisi
|
A.
Karakter
Anggota
1)
Apakah
bersikap tenang dan terbuka?
2)
Apakah
rumah tangganya rukun dan tenteram?
3)
Apakah
dikenal baik oleh RT/Ulama?
4)
Apakah
kondisi ekonominya baik/meningkat?
5)
Apakah
sering menepati janji?
6)
Apakah
anggota pengajian?
B.
Aspek
Kelayakan Usaha
1)
Apakah
merupakan usaha pokok?
2)
Apakah
telah memiliki pengalaman usaha yang sama?
3)
Apakah
bahan baku mudah diperoleh?
4)
Apakah
prospek pasar bagus?
5)
Apakah
telah memiliki pelanggan tetap?
6)
Apakah
usaha sejenis di sekitar tidak banyak?
7)
Apakah
omsetnya stabil?
8)
Apakah
pemohon mengalami kendala dalam usaha?
C.
Kemampuan
Mengambalikan Pinjaman
1)
Apakah
kewajiban angsuran < 1/3 penerimaan kas?
2)
Aset
Usaha > Pinjaman?
3)
Tingkat
keuntungan layak disbanding mark up?
D.
Modal
Usaha
1)
Modal
sendiri < 30% dari nilai pinjaman?
2)
Tidak
memiliki pinjaman lain?
3)
Pinjaman
akan dipakai usaha?
E.
Jaminan
1)
Suami/Istri/Anak
bersedia ikut akad?
2)
Bersedia
menyerahkan jaminan?
3)
Nilai
jaminan lebih tinggi dari pinjaman?
4)
Ada
penjamin?
5)
Bersedia
infaq?
F.
Kondisi
Ekonomi
1)
Pasang
surut harga tidak membahayakan usaha?
2)
Tidak
ada larangan pemerintah tentang produk?
3)
Tidak
ada larangan pemerintah tentang tempat?
4)
Tidak
ditentang adat-istiadat setempat?
5)
Usaha
tidak menggangu kesehatan dan lingkungan?
|
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
|
Kesimpulan
Kesimpulan dari data kuisioner analisis harus menunjukkan jawaban
positif “YA” (untuk seluruh jawaban). Jika ada salah satu dijawab “TIDAK”,
maka harus dipertimbangkan lagi dengan sebaik-baiknya dengan data-data
tambahan lain yang mungkin dapat diperoleh.
|
Ya/Tidak
|
2.2.Pemantauan dan Pengawasan Pembiayaan
Realisasi pembiayaan yang diberikan bank syariah kepada nasabah
bukanlah tahap terakhir dari proses pembiayaan. Setelah realisasinya, pejabat
bank syariah perlu melakukan pemantauan dan pengawasan pembiayaan. Aktivitas
ini memiliki aspek dan tujuan tertentu.[7]
Adapun hal-hal yang terkait dengan aktivitas pemantauan dan pengawasan
pembiayaan antara lain:
1)
Tujuan
Pemantauan dan Pengawasan Pembiayaan
a)
Kekayaan
bank syariah akan selalu terpantau dan menghindari adanya penyelewengan-penyelewengan
baik oknum dari luar maupun dari dalam bank syariah.
b)
Untuk
memastikan ketelitian dan kebenaran data administrasi di bidang pembiayaan.
c)
Untuk
memajukan efisiensi di dalam pengelolaan tata laksana usaha di bidang
peminjaman dan sasaran pencapaian yang ditetapkan.
d)
Kebijakan
manajemen bank syariah akan dapat lebih rapih, dan mekanisme dan prosedur
pembiayaan akan lebih dipatuhi.
2)
Media
Pemantauan
a)
Informasi
dari luar bank syariah, seperti laporan periodik
usaha tersebut. Berupa laporan stok, realisasi kerja dan laporan keuangan.
b)
Informasi
dari dalam bank syariah, penelitian mutasi keuangan nasabah dalam rekening
sehingga diperoleh gambaran mutasi yang sesungguhnya.
c)
Memeriksa
perealisasian tanggal-tanggal jatuh tempo yang dijanjikan.
d)
Memberikan
tanda pada laporan sehingg dapat diantisipasi jika ada kekeliruan yang lebih
besar.
3)
Kunjungan
Pada Peminjam
Hal
ini untuk mempertimbangkan dan memantau efektifitas dana yang dimanfaatkan
peminjam. Hal-hal yang dilakukan seperti: membuat laporan kegiatan peminjam,
laporan realisasi kerja bulanan, laporan stok/persediaan barang, laporan
hutang/piutang, laporan tingkat kemajuan usaha.[8]
2.3.Penanganan Pembiayaan Bermasalah
Resiko yang terjadi dari peminjaman adalah peminjaman yang tertunda
atau ketidakmampauan peminjam untuk membayar kewajiban yang telah dibebankan,
untuk mengantisipasi hal tersebut bank syariah harus mampu menganalisis sebab
masalah:
a.
Aspek
Internal
b.
Peminjaman
kurang cakap dalam usaha tersebut
c.
Manajemen
tidak baik atau kurang rapih
d.
Laporan
keuangan tidak lengkap
e.
Penggunaan
dana yang tidak sesuai dengan perencanaan
f.
Perencanaan
yang kurang matang
g.
Dana
yang diberikan tidak cukup untuk menjalankan usaha tersebut.
h.
Aspek
Eksternal
i.
Aspek
pasar kurang mendukung
j.
Kemampuan
daya beli masyarakat kurang
k.
Kebijakan
pemerintah
l.
Pengaruh
lain dari luar usaha
m.
Kenakalan
peminjam.
Adapun proses penanganan pembiayaan dilakukan sesuai dengan
kolektabilitas pembiayaan, sebagai berikut:
1)
Pembiayaan
lancar, dilakukan dengan cara:
·
Pemantauan usaha nasabah
·
Pembinaan anggota.
2)
Pembiayaan potensial bermasalah, dilakukan dengan cara:
·
Pembinaan anggota
·
Pemberitahuan dengan surat teguran
·
Kunjungan lapangan atau silaturrahmi oleh bagian pembiayaan kepada nasabah
·
Upaya penyehatan dengan cara rescheduling, yaitu penjadwalan kembali jangka
waktu angsuran serta memperkecil jumlah angsuran. Juga dapat dilakukan dengan
recondition, yaitu memperkecil jumlah marjin keuntungan atau bagi hasil.
3)
Pembiayaan kurang lancar, dilakukan dengan cara:
·
Membuat surat teguran atau peringatan
·
Kunjungan lapangan atau silaturrahmi oleh bagian pembiayaan kepada nasabah
secara lebih sungguh-sungguh
·
Upaya penyehatan dengan cara rescheduling dan reconditioning.
4)
Pembiayaan diragukan atau macet,
dilakukan dengan cara:
·
Melakukan rescheduling atau reconditioning
·
Melakukan pengalihan atau pembiayaan ulang dalam bentuk pembiayaan qardhul
hasan.[9]
2.4.Penyitaan Barang Jaminan Pembiayaan
Jaminan yang dijaminkan nasabah kepada bank
syariah dapat dilakukan pinalty atau penyitaan. Tetapi kebanyakan bank syariah
lebih memberlakukan upaya rescheduling, reconditioning, dan
pembiayaan ulang dalam bentuk qardul hasan.
Kalaupun dengan terpaksa harus dilakukan
dengan penyitaan, maka penyitaan dilakukan kepada nasabah yang nakal dan tidak
mengembalikan pembiayaan.
·
Menjual barang jaminan, prosedur ini dilakukan jika sebelumya telah
diadakan perjanjian di dalam akad secara tertulis untuk menjual barang jaminan.
Jumlah kelebihan nilai barang yang telah dijual akan dikembalikan kepada
nasabah.
·
Menyita barang yang senilai dengan nilai pinjaman, Prosedur ini dilakukan
jika sebelumnya telah ada perjanjian secara tertulis untuk menyita barang yang
senilai dengan nilai peminjaman.[10]
3.
Manajemen
Liabilitas Aset (ALMA)
Manajemen Aset dan Liability (ALMA) adalah
suatu proses dari perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan yang berfungsi
sebagai pengendalian aktiva dan pasiva secara terpadu yang saling berhubungan dalam
usaha mencapai keuntungan bank.
Salah satu bagian penting dalam ALMA adalah Gap Manajemen. Gap adalah perbedaan antara jatuh tempo
pricing dari aset dan liabilitas dalam jangka waktu tertentu, sedangkan gap
manajemen merupakan suatu strategi untuk memaksimalkan NIM (Net Income
Margin) melalui siklus pricing (marjin/bagi hasil). Seperti dalam gambar
berikut:





![]() |
Terdapat dua macam aset/liabilitas menurut tingkat kepekaannya, yaitu Rate
Sensitive Asset (RSA) dan Rate Sensitive Liability (RSL):
·
Aset yang digolongkan RSA adalah semua aset, termasuk aset dengan pricing
tetap, yang mempunyai jatuh tempo kurang dari 1 bulan, 3 bulan, atau 6 bulan.
Contoh: obligasi mudharabah dan pembiayaan murabahah.
·
Aset dengan pricing mengambang yang harus diperbaharui setiap 1 bulan, 3
bulan, atau 6 bulan. Contoh: obligasi ijarah dan pembiayaan IMBT.
·
Liabilitas yang digolongkan RSL adalah semua liabilitas, termasuk
liabilitas dengan pricing tetap, yang mempunyai jatuh tempo kurang dari 1
bulan, 3 bulan, atau 6 bulan. Contoh: deposito berjangka dan dana investasi
dari bank syariah lain.
·
Pinjaman dengan pricing mengambang yang harus diperbaharui setiap 1 bulan,
3 bulan, atau 6 bulan. Contoh: giro mudharabah dan tabungan mudharabah.[11]
Gap terjadi apabila transaksi bisnis atau keputusan
manajemen mengakibatkan terjadinya mismatch antara RSA dan RSL. Contohnya
sebagai berikut:
1)
Pembiayaan investasi ditandai dengan deposito jangka pendek.
2)
Tabungan dimanfaatkan untuk pembelian jangka pendek.
3)
Deposito berjangka untuk membeli harta tetap (gap negatif).
4)
Modal dimanfaatkan dalam SIMA (Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank).
(Gap positif)
5)
Kas dipergunakan untuk membeli perlengkapan kantor, maka tidak akan timbul
gap, karena tidak ada RSA atau RSL yang terlibat.
Dengan mengacu pada RSA dan RSL di atas, maka gap dapat
terbentuk dalam tiga jenis posisi gap yaitu:
1)
Positive gap jika RSA > RSL.
Pada positif gap, jika pricing cenderung naik, maka
marjin pendapatan bersih akan cenderung meningkat pula. Sebaliknya, apabila
pricing cenderung turun, marjin pendapatan bersih cenderung menurun pula.
2)
Negative gap jika RSA < RSL.
Pada negative gap, apabila pricing cenderung meningkat,
maka marjin pendapatan bersih akan cenderung menurun. Sebaliknya jika pricing
menurun, marjin pendapatan bersih akan cenderung meningkat.
3)
Zero gap apabila RSA = RSL.
Sedangkan pada zero gap, perubahan pada pricing tidaklah
memberikan pengaruh apapun terhadap marjin pendapatan bersih.[12]
Contoh akumulasi posisi gap jatuh tempo pricing:
Profil Jangka
Waktu
|
Aset
|
Liabilitas
|
Periode Gap
Netto (Aset-Liabilitas)
|
Posisi Gap Kumulatif
|
|
(a)
|
(b)
|
(c) = (a)-(b)
|
|
1 minggu atau kurang
8 hari s/d 1 bulan
1-2 bulan
2-3 bulan
3-6 bulan
6-12 bulan
1-3 tahun
Lebih dari 3 tahun
|
1.900.000.000
1.800.000.000
0
1.600.000.000
1.500.000.000
2.800.000.000
2.700.000.000
1.300.000.000
1.100.000.000
|
1.800.000.000
1.700.000.000
0
1.500.000.000
1.400.000.000
3.000.000.000
2.300.000.000
400.000.000
1.500.000.000
|
100.000.000
100.000.000
0
100.000.000
100.000.000
(200.000.000)
400.000.000
900.000.000
(400.000.000)
|
100.000.000
200.000.000
300.000.000
400.000.000
200.000.000
600.000.000
1.500.000.000
1.100.000.000
|
Total
|
14.700.000.000
|
13.600.000.000
|
|
|
Dampak dari faktor tersebut dalam memperbesar
keuntungan/kerugian NIM (Net Income Margin) secara nyata yag ditimbulkan
oleh suatu posisi gap, dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Rumus perhitungan Dampak Gap =
Nominal Gap x Peningkatan Yield x [(Durasi* - Avg Day**)
/ 360***].
Keterangan:
* = durasi (dalam hari)
** =
Rata-rata jangka waktu
Contoh: 1-2 bulan = (30+60) hari. Rata-rata
= 90/2 = 45 hari.
*** =
Jumlah hari dala satu tahun
Contoh permasalahan:
Pricing meningkat 25 b.p (basis point; 100
bp = 1%) memotong yield curve, dengan ‘durasi’ 90 hari – pada bank.
|
Perhitungan dampak gap (positif gap):
1 minggu atau kurang = 100.000.000 x 0,25% x [ (90-3,5)
/ 360 ] = 60.070
8 hari s/d 1 bulan = 100.000.000 x 0,25% x [ (90-19) /
360 ] = 49.305
1-2 bulan = 0
2-3 bulan = 100.000.000 x 0,25% x [
(90-75) / 360 ] = 10.417,5
Hasil Netto = untung Rp. 119.792,5
|
Penutup
Kesimpulan
Manajamen dana bank syariah adalah upaya yang dilakukan oleh
lembaga bank syariah dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima
dari aktivitas funding untuk disalurkan kepada aktivitas financing, dengan
harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas,
rentabilitas dan solvaibilitas.
manajemen dana mempunyai tujuan sebagai
berikut: (1) Memperoleh profit yang optimal, (2) Menyediakan aktiva cair dan
kas yang memadai, (3) Menyimpan cadangan, (4) Mengelola kegiatan-kegiatan
ekonomi dengan kebijakan yang pantas bagi seseorang yang bertindak sebagai
pemelihara dana-dana orang lain, (5) Memenuhi kebutuhan masyarakat akan
pembiayaan.
Secara
garis besar sumber dana bank terdiri dari Modal Inti, Kuasi Ekuitas (Mudharabah) dan
Titipan (Wadiah). Sedangkan Alokasi dana bank syariah mempunyai beberapa
tujuan yaitu, Mencapai tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat resiko
yang rendah dan Mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar
posisi likuiditas tetap aman.
Secara umum kegiatan manual kebijakan dan
prosedur pembiayaan dalam perbankan syariah dapat berupa: (1) analisa
pembiayaan, (2) Pemantauan dan pengawasan pembiayaan, (3) Penanganan pembiayaan
bermasalah, (4) Penyitaan barang jaminan pembiayaan.
Manajemen Aset dan Liability (ALMA) adalah
suatu proses dari perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan yang berfungsi
sebagai pengendalian aktiva dan pasiva secara terpadu yang saling berhubungan
dalam usaha mencapai keuntungan bank.
Salah satu bagian penting dalam ALMA adalah Gap Manajemen. Gap adalah perbedaan antara jatuh tempo
pricing dari aset dan liabilitas dalam jangka waktu tertentu, sedangkan gap
manajemen merupakan suatu strategi untuk memaksimalkan NIM (Net Income
Margin) melalui siklus pricing (marjin/bagi hasil).
DAFTAR PUSTAKA
Machmud, A & Rukmana. 2010. Bank Syariah: Teori, Kebijakan, dan
Studi Empiris di Indonesia. Jakarta:Penerbit Erlangga.
Karim, A. 2004. Bank Islam Analisis Fiqh
dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Muhammad. 2002. Manajemen Bank Syariah.
Yogyakarta: UPP AMP YKN.
Antonio, M, S. 2001. Bank Syariah: Dari
Teori ke Praktik. Jakarta : Gema Insani Press.
[1] Machmud, A & Rukmana. 2010. Bank
Syariah: Teori, Kebijakan, dan Studi Empiris di Indonesia. Jakarta:Penerbit
Erlangga. Hal:3-4.
[3] Antonio, M, S. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Gema
Insani Press: Jakarta. Hal: 146-147
[11] Karim, A. 2004. Bank Islam Analisis Fiqh
dan Keuangan. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Hal: 472-473
Komentar
Posting Komentar