Langsung ke konten utama

Riba dalam Islam



Mengurai Makna Riba dalam Al-Qur’an

Pendahuluan
Alam semesta ini adalah milik Allah SWT sedangkan manusia adalah penerima kepercayaan dari Allah yang harus dipeliharanya.Dengan berkembangnya peradaban manusia, manusia banyak melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Mulai dari menabung, meminjam uang, dan sampai kepada yang menggunakan jasa untuk mngirim uang dari berbagai kota dan negara.  Dalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam telah memberi ketetapan bahwa riba hukumnya adalah haram.
Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan presentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang telah dibebankan kepada peminjam.Secara umum, riba adalah pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Mengenai riba, Islam bersikap keras dalam persoalan ini karena semata-mata demi melindungi kemslahatan manusia baik dari segi akhlak, masyarakat maupun perekonomiannya. Karena, Pada hakekatnya riba (kredit lunak berbunga besar), atau pinjaman yang salah penerapannya akan berakibat “meningkatnya harga barang yang normal menjadi sangat tinggi, atau berpengaruh besar terhadap neraca pembayaran antar bangsa, kemudian berakibat melejitnya laju inflasi, akibatnya akan dirasakan pada semua orang pada semua tingkah penghidupan.

Pembahasan
 Pengertian Riba
Ditinjau dari ilmu bahasa arab, riba bermaknakan: tambahan,tumbuh,dan menjadi tinggi.Firman Allah Ta’ala berikut merupakan contoh nyata akan penggunaan kata riba dalampengertian semacam ini:
وَ تَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَ أَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيْجٍ
Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila turunkan air diatasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi tinggi (suburlah) dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.’’(QS.Al-Hajj: 5)
Ibnu Katsir tatkala menafsirkan ayat ini seraya berkata, ‘’Bila Allah telah menurunkan hujan ke bumi, maka bumi bergerak dengan menumbuhkan tetumbuhan dan tanah yang sebelumnya mati (gersang) menjadi hidup, lalu batangnya menjulang tinggi dari permukaan tanah.Dan dengan hujan, Allah menumbuhkan berbagai rupa dan macam buah-buahan, tanaman, tumbuh-tumbuhan dengan beraneka ragam warna, rasa, aroma, bentuk dan kegunaannya.’’
Adapun dalam pemahaman syari’at, maka para ulama berbeda-beda ungkapannya dalam mendefisikannya, akan tetapi maksud dan maknanya tidak jauh berbeda. Diantara definisi yang saya rasa cukup mewakili berbagai definisi yang ada ialah:
عَقَدٌ عَلَى عِوَضٍ مَخْصُوْصٍ غَيْرَ مَعْلُوْمٍ التَّمَاثِلُ فِيْ مِعْيَارِ الشَّرْعِ حَالَةِ الْعَقْدِ أَوْ مَعَ تَأْخِيْرِ فِيْ الْبَلَدَيْنِ أَوْ أَحَدِهِمَا
“Suatu akad atau transaksi atas barang tertentu yang ketika akad berlangsung, tidak diketahui kesamaannya menurut ukuran syari’at atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi obyek akad atau salah satunya.”
Ada juga yang mendefinisikannya sebagai berikut:
الزِّيَادَةُ فِيْ أَشْيَاءٍ مَخْصُوْصٍ
“Penambahan pada komoditi atau barang dagangan tertentu.”

Hukum Riba dalam doktrin Ajaran Islam
                        Dalam Islam memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman haram.
Riba diharamkan dalam keadaan apapun dan dalam bentuk apapun.diharamkan atas pemberian piutang dan juga atas orang yang berhutang darinya dengan memberikan bunga baik yang berhutang itu adalah orang miskin atau orang kaya. Berkaitan dengan hal tersebut,hukum riba telah dipertegas dala Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagai berikut :
1.        Dalam surah al-Baqarah ayat 275, Allah berfirman :
الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِبَا لَا يَقُوْمُوْنَ إلَّا كَمَا يَكُوْنُ الَّذِى يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ المَسِّ ذَالِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوْا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَ حَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِضَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ وَمَنْ عَادَ فَأُلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْنَ
 “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seeperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah samoai kepadanya larangan Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambil dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang-orang yang mengukangi (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya ”.
2.    Firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 278-279 :
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ وَذَرُوْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ
بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَ رَسُوْلِهِ وَ إِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوْسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُوْنَ وَ لَا تُظْلَمُوْنَ فَإنْ لَمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا
, “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tingalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka permaklumkanlah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kami tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”





3.      Dalam surah Ali AImran:130 Allah berfirman :
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا لَا تَأْكُلٌوْا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوْاللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“hai orangorang yang beriman, janganlah kammu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan”.
4.      Dari Abu Hurairah ra bahwa  Nabi Muhammad saw bersabda, “jauhilah 7 hal yang membinasakn, pertama melakukan kemusyrikan kepada Allah, kedua sihir, ketiga membunuh jiwa yang telah diharamkan kecuali dengan cara yang haq. Keempat makan riba, kelima memakan harta anak yatim, keeenam melarikan diri pada hari pertemuan dua pasukan, dan ketujuh menuduh berzina dengan perempuan baik-baim yang tidak tahu menahu tentang urusan ini dan beriman kepada Allah.
5.      Dari Jabir ra Rasulullah saw melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, dua saksinya, dan penulisnya. Dan beliau bersabda, “mereka semua sama”.
6.      Dari Abdullah bin Hazhalah ra dari Nabi saw bersabda, “satu dirham yang riba dimakan seseorang padahl ia tahu adalah lebih berat daripada tiga puluh enam pelacur”.
7.      Dari Ibnu Mas’ud ra bahwa Nabi saw bersabda, “riba itu mempunyai tujuh puluh tiga pintu, yang paling ringan (dasarnya) seperti seorang anak menyetubuhi ibunya”.

Sebab-sebab Riba Diharamakan
Ada beberapa alasan mengapa Islam sangat melarang keras riba dalam perekonomian Islam adalah
1)      Bahwa kehormatan harta manusia sama dengan kehormatan darahnya. Oleh karena itu mengambil harta kawannya tanpa ganti sudah pasti haram.
2)      Bergantung pada riba dapat menghalangi manusia dari kesibukan kerja sebab jika si pemilik uang yakin bahwa degan melauli riba dia akan memperoleh tmabahan uang baik kontan maupun berjangka, maka ia akan memudahkan persoalan mencari penghidupan sehingga hamper-hampir dia tidak mau menanggung beratnya usaha, dagang, dan pekerjaan yang berat
3)      Riba akan menyebabkan terputusnya sikap yang baik (ma’ruf) antara sesama dalam bidang pinjam meminjam. Sebab jika riba itu haram maka seseorang akan merasa senang meminjamkan uang 1000 rupiah dan kembalinya 1000 rupiah juga. Sedangkan riba jika riba dihalalkan maka sudah pasti kebutuhan orang akan menganggap berat denga pinjamannya 1000 rupiah diharuskan mengembalikan 2000 rupiah.
4)      Pada umumya pemberi piutang adalah orang kaya sedangkan peminjam adalah orang miskin. Maka pendapat yang membolehkan riba berarti meberikan jalan kepada orang kaya untuk mengambil harta orang miskin yang lemah sebagai tambahan.Sedangkan tidak layak berbuat demikian sebagai sarana memperoleh rahmat dari Allah swt.

Cara Menghindari Riba dalam Ekonomi Islam
Pandangan tentang riba dalam era kemajuan zaman kini juga mendorong maraknya perbankan Syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung di dapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional pada umumnya.Karena, menurut sebagian pendapat bunga bank termasuk riba. Hal yang sangat mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal jadi ketika nasabah sudah menginventasikan uangnya pada bank dengan tingkat suku bunga tertentu, maka akan dapat diketahui hasilnya dengan pasti. Berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil untuk deposannya.
Hal diatas membuktikan bahwa praktek pembungaan uang dalam berbagai bentuk transaksi saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah saw yakni riba nasi’at. Sehingga praktek pembungaan uang adalah haram.
Sebagai pengganti bunga bank, Bank Islam menggunakan berbagai cara yang bersih dari unsur riba antara lain:
a.       Wadiah atau titipan uang, barang dan surat berharga atau deposito
b.      Mudarabah adalah kerja sama antara pemlik modal dengan pelaksanaan atas dasar perjanjian profit and loss sharing
c.       Syirkah (perseroan) adalah diamana pihak Bank dan pihak pengusaha sama-sama mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (jom ventura)
d.      Murabahan adalah jual beli barang dengan tambahan harga ataaan.u cost plus atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur
e.       Qard hasan (pinjaman yag baik atau benevolent loan), memberikan pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik sebagai salah satu bentuk pelayanan dan penghargaan
f.       Menerapkan prinsip bagi hasil, hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya, maka yang dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya, nisbahnya dalah 60% : 40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang di dapat oleh pihak bank.
            Selain cara-cara yang telah diterapkan pada Bank Syariah, riba juga dapat dihindari dengan cara berpuasa. Mengapa demikian? Karena seseorang yang berpuasa secara benar pasti terpanggil untuk hijrah dari sistem ekonomi yang penuh dengan riba ke sistem ekonomi syariah yang penuh ridho Allah.Puasa bertujuan untuk mewujudkan manusia yang bertaqwa kepada Allah swt dimana mereka yang bertaqwa bukan hanya mereka yang rajin shalat, zakat, atau haji, tapi juga mereka yang meninggalkan larangan Allah swt.
            Puasa bukan saja membina dan mendidik kita agar semakin taat beribadah, namun juga agar aklhak kita semakin baik. Seperti dalam muamalah akhlak dalam muamalah mengajarkan agar kita dalam kegiatan bisnis menghindari judi, penipuan, dan riba.Sangat aneh bila ada orang yang berpuasa dengan taat dan bersungguh-sungguh namun masih mempraktekan riba. Sebagai orang yang beriman yang telah melaksanakan puasa, tentunya orang itu akan meyakini dengan sesungguhnya bahwa Islam adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan (komprehensif) manusia, termasuk masalah perekonomian. Umat Islam harus masuk ke dalam Islam ssecara utuh dan menyeluruh dan tidak sepotong-potong. Inilah yang dititahkan Allah pada surah al-Baaqarah 208 :
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا ادْخُلُوْا فِيْ السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّمُبِيْنٌ
 “ Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (utuh dan totalitas) dan jangan kamu ikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu adalah musuh nyata bagimu”.
            Ayat  ini mewajibkan orang beriman untuk masuk ke dalam Islam secara totalitas baik dalam ibadah maupun ekonomi, politik, social, budanya, dan sebgainya. Pada masalah ekonomi, masih banyak kaum muslim yang melanggar prinsip islam yaitu ajaran ekonomi Islam. Ekonomi Islam didasarkan pada prinsip sayariah yang digali dari Al-Qur’an dan sunnah. Dalam kitab fiqih pun sangat banyak ditemukan ajaran-ajaran mu’amalah Islam. Antara lain mudharabah, murabahah, wadi’ah, dan sebagainya.

Penutup
            Kesimpulan
            Berdasarkan uraian tentang riba yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa :
·         Riba adalah suatu akad atau transaksi atas barang yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut syariat atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi objek akad atau salah satunya.
·          Cara untuk menghindari riba adalah dengan berpuasa, menerapakan prinsip hasil bagi, wadiah, mudarabah, syirkah, murabahah, dan qard hasan.
·       Prinsip hasil bagi dalam ekonomi sayariah memberikan nisbah tertentu pada deposannya, maka yang dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Sedangkan bunga bank, ditetapkannya akad di awal jadi ketika nasabah sudah menginventasikan uangnya pada bank dengan tingkat suku bunga tertentu, maka akan dapat diketahui hasilnya dengan pasti.
·         Berekonomi secara syariah dapat membatu mengentaskan kemiskinan.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayat dan Hadist Akutansi Syariah

Ayat dan Hadist tentang Akuntansi Syariah : upaya mewujudkan sistem pencatatan yang sesuai dengan prinsip syariah Pendahuluan Akuntansi adalah serangkaian proses yang memiliki tujuan utama yaitu menyajikan informasi keuangan dalam periode tertentu yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan baik dalam bank syariah maupun diluar bank syariah. Kemunculan bank syariah sebagai organisasi yang relative baru menimbulkan tantangan besar.para pakar syariah Islam dan akuntansi harus mencari dasar bagi penerapan dan pengembangan standar akuntansi yang berbeda dengan standar akuntansi bank konvensional seperti telah dikenal selama ini. Standar akuntansi tersebut menjadi kunci sukses bank syariah dalam melayani masyarakat disekitarnya sehingga, seperti lazimnya, harus dapat menyajikan informasi yang cukup, dapat dipercaya, dan relevan bagi para penggunanya, namun tetap dalam konteks syariah Islam. Benarkah ilmu akuntansi ada dalam Islam? Partanyaan ini begitu menggelitik, kare...

Hukum Jual beli organ tubuh dalam ekonomi islam

Kapita Selekta Hukum Ekonomi Islam “Hukum Jual Beli Organ Tubuh”   Pembahasan Pengertian Transplantasi                  Pasal 1 huruf (e) Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi dan atau Jaringan Tubuh Manusia menyatakan bahwa. “Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan alat dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh manusia yang tidak berfungsi dengan baik.” Adapun tujuan transplantasi menurut Pasal 64 ayat (2) dan ayat ( 3 ), Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan adalah : Transplantasi organ dan / atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersilkan. Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang di...

Akuntansi Syariah

Akuntansi Syariah Pendahuluan Ajaran normatif agama sejak awal keberadaan Islam telah memberikan persuasi normative bagi para pemeluknya untuk melakukan pencatatan atas segala transaksi dengan benar/adi sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT. Dalam Al-Qur’an   Al-Baqarah (2:282). يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan dituli...